Jakarta (ANTARA News) - Menteri Perhubungan Freddy Numberi mengatakan catatan data penerbangan dari pesawat MA-60 milik maskapai penerbangan Merpati yang jatuh di Teluk Kaimana, Papua Barat, pada 7 Mei 2011 harus dikirim terlebih dahulu ke China.

Sebelum mengikuti sidang kabinet paripurna di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Kamis, Freddy mengatakan data tersebut harus dikirim ke China karena bahasa pemogramannya menggunakan Bahasa China.

Ia pun mengaku kurang puas dengan keadaan tersebut sehingga investigasi kecelakaan pesawat yang menewaskan 25 penumpang dan seluruh awak pesawat tersebut harus tertunda dengan keberangkatan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) ke China.

"Ini yang bikin saya kurang puas, karena ada instrumen yang harus kita minta karena ini bahasanya dalam bahasa China untuk `encrypt` nya," ujarnya.

Freddy mengatakan tim KNKT sudah berangkat ke China pada Kamis dengan membawa alat perekam data penerbangan tesebut. Menurut dia, KNKT hanya meminta instrumen yang dibutuhkan untuk membuka alat tersebut sedangkan isi rekamannya akan dibuka sendiri oleh KNKT.

Sedangkan data perekam suara yang berada di dalam kotak hitam pesawat MA-60 itu, menurut dia, bisa dibuka sendiri oleh KNKT.

"Kita yang buka sendiri, kita tahu persis isinya data penerbangan itu, flight data seperti apa sehingga kita bisa buka pada publik itu. Kalau yang voice bisa kita buka, sekarang kita lakukan," tuturnya.

Untuk masalah kelayakan pesawat, Freddy mengatakan, setiap pesawat tidak perlu mendapatkan sertifikasi dari Federation Aviation Administration (FAA) dari Amerika Serikat karena di dunia ini pun terdapat tiga "kiblat" sertifikasi penerbangan yaitu, FAA, Joint Aviation Administration (JAA) yang dikeluarkan Eropa, serta International Civil Aviation Organization (ICAO).

Dalam ICAO, menurut dia, dikatakan bahwa setiap negara boleh mengeluarkan sertifikasi apabila negara tersebut memiliki badan otoritasnya.

"Setelah kita tingkatkan kemampuan, peralatan segala macam, sekarang kita boleh mengeluarkan sertifikasi untuk itu. Makanya, tahun 2006 kita keluarkan. Dengan demikian saya pikir yang kita keluarkan dari aspek teknis tidak ada masalah," tuturnya.

Freddy pun menjelaskan bahwa standar yang dikeluarkan oleh Indonesia telah memenuhi standar ICAO sehingga tidak diperlukan lagi sertifikasi FAA.

"Kenapa harus pakai Amerika, memangnya badan antariksa kita tidak bisa? Eropa juga tidak pakai standar Amerika. Dan standar kita memenuhi ICAO," ujarnya.

Menurut Freddy, Xian MA-60 menjadi pilihan karena pada saat pembelian dinilai memiliki kelebihan antara lain dalam jarak tempuh dan ketinggian dibanding pesawat jenis Foker dan CN-235.(*)

(T.D013*P008/S019)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011