London (ANTARA News) - Pemimpin Libya Moamer Kadhafi adalah "sasaran sah" bagi pasukan NATO, kata ketua Dewan Transisi Nasional Mustafa Abdul Jalil, Kamis, selama kunjungan ke London.

Pemimpin pemberontak Libya itu juga mendesak masyarakat internasional mengirim senjata untuk membantu kelompok tersebut memerangi pasukan Kadhafi, demikian AFP melaporkan.

"Kadhafi adalah panglima tertinggi angkatan bersenjata, ia satu-satunya orang yang mendorong setiap orang untuk berperang. Maka kami berpendapat bahwa dibenarkan ia menjadi sasaran sah," kata Jalil pada jumpa pers.

Ia menyampaikan pernyataan itu setelah berunding dengan Perdana Menteri Inggris David Cameron di Downing Street, dimana Cameron mengundang pemberontak Libya membuka kantor di London -- kantor pertama mereka di sebuah negara asing.

Pernyataan Jalil itu disampaikan setelah serangan udara NATO pada Kamis menghantam kompleks bangunan Kadhafi di Tripoli, yang menewaskan tiga orang, kata pemerintah Libya.

Serangan NATO itu dilakukan hanya beberapa jam setelah televisi pemerintah Libya menayangkan Kadhafi, rekaman video pertamanya sejak serangan 30 April yang menewaskan putranya, Seif al-Arab, dan tiga cucunya.

Pemerintah Libya menyebut serangan itu sebagai "operasi langsung untuk membunuh pemimpin negara ini" -- sebuah isu panas sejak pasukan AS membunuh pemimpin Al-Qaeda Osama bin Laden dalam serangan di Pakistan pekan lalu.

Dalam pernyataan di Kementerian Luar Negeri Inggris, Jalil mengatakan, pemberontak membutuhkan senjata lebih banyak, setelah London menyatakan akan mengirim peralatan "tidak mematikan" bagi dewan tersebut, termasuk pakaian lapis baja bagi polisi.

NATO berulang kali menekankan bahwa mereka tidak berusaha secara langsung untuk membunuh Kadhafi dalam operasi serangan udara terhadap pasukannya, namun memperingatkan bahwa pasukan mereka akan menyerang "pusat-pusat kendali dan komando" Libya meski di dalamnya ada Kadhafi.

Selasa, ketika ditanya mengenai apakah Kadhafi masih hidup, perwira tinggi NATO asal Italia, Brigjen Claudio Gabellini, mengatakan, "Kami tidak memiliki bukti. Kami tidak tahu apa yang dilakukan Kadhafi saat ini."

"Kami sungguh-sungguh tidak tertarik dengan apa yang dilakukannya," katanya. "Mandat kami adalah melindungi penduduk sipil dari serangan atau ancaman serangan, dan kami tidak memburu individu."

Libya kini digempur pasukan internasional sesuai dengan mandat PBB yang disahkan pada 17 Maret.

Resolusi 1973 DK PBB disahkan ketika kekerasan dikabarkan terus berlangsung di Libya dengan laporan-laporan mengenai serangan udara oleh pasukan Moamer Kadhafi, yang membuat marah Barat.

Selama beberapa waktu hampir seluruh wilayah negara Afrika utara itu terlepas dari kendali Kadhafi setelah pemberontakan rakyat meletus di kota pelabuhan Benghazi pada pertengahan Februari. Namun, kini pasukan Kadhafi dikabarkan telah berhasil menguasai lagi daerah-daerah tersebut.

Ratusan orang tewas dalam penumpasan brutal oleh pasukan pemerintah dan ribuan warga asing bergegas meninggalkan Libya pada pekan pertama pemberontakan itu.

Kadhafi (68) adalah pemimpin terlama di dunia Arab dan telah berkuasa selama empat dasawarsa. Kadhafi bersikeras akan tetap berkuasa meski ia ditentang banyak pihak.

Aktivis pro-demokrasi di sejumlah negara Arab, termasuk Libya, terinspirasi oleh pemberontakan di Tunisia dan Mesir yang berhasil menumbangkan pemerintah yang telah berkuasa puluhan tahun. (M014/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011