Oslo (ANTARA News/Reuters) - Penyelesaian atas pemberontakan berdarah Libya harus didasarkan atas tindakan politik dan bukan hanya kekuatan tentara, kata Perdana Menteri Norwegia Jens Stoltenberg pada Jumat.

"Penyelesaian atas masalah di Libya bersifat politik, tidak dapat diselesaikan hanya dengan cara ketentaraan," kata Stoltenberg kepada wartawan di Oslo.

"Kami sangat mendukung semua upaya menemukan penyelesaian politik terhadap tantangan di Libya," tambahnya.

Pemerintah Norwegia pada pekan ini berjanji mengurangi perannya dalam serangan udara pimpinan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) di Libya setelah janji tiga bulannya berakhir pada 24 Juni.

Rusia pada Jumat menyeru pemerintah Muammar Gaddafi dan pemberontak Libya secepat mungkin berunding dan menekankan penentangan Moskwa pada campur tangan asing di Suriah atau negara lain kawasan itu.

Dalam pernyataan mencakup berbagai bidang di Kazakhstan itu, Menteri Luar Negeri Sergei Lavrov juga mengatakan, "Masalah di Libya harus diselesaikan melalui saluran politik secepat mungkin."

Kantor berita Interfax mengutip pernyataan Lavrov kepada wartawan Rusia, yang mengatakan, "Perlu menggunakan jasa utusan khusus sekretaris jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa dan usul penengahan dari Afrika Bersatu untuk duduk berunding dan mengusahakan persetujuan tanpa syarat."

Ia mengusulkan penyelesaian kemelut itu mengantarkan pembentukan pemerintah baru, tapi perundingan dengan pemerintah Gaddafi tidak dapat dihindarkan.

Hasil pembicaraan merupakan paranata baru politik, tapi perlu mengusahakan perjanjian, yang memiliki peluang menenangkan keadaan, kata Lavrov.

Rusia mengatakan sekutu pimpinan Barat melakukan serangan udara melampaui amanat Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk melindungi warga, dan menentang keras campur tangan asing dalam kemelut lain di Timur Tengah dan Afrika Utara.

Usaha menyebarkan pengalaman Libya di negara dan kawasan lain sangat berbahaya, baik di Yaman, Suriah maupun Bahrain, kata berita RIA, yang dikelola negara, mengutip pernyataan Lavrov.

Ketua Afrika Bersatu Teodoro Obiang Nguema mengutuk campur tangan tentara asing di Pantai Gading dan Libya, dengan mengatakan bahwa Afrika harus dibolehkan mengelola urusannya.

"Afrika tidak memerlukan pengaruh dari luar. Afrika harus mengelola sendiri urusannya," kata Obiang Nguema, yang juga presiden Guinea Khatulistiwa, dalam muktamar antarbangsa di Jenewa pada awal April.

"Saya percaya bahwa masalah di Libya harus diselesaikan dalam kerangka dalam negeri dan bukan melalui campur tangan, yang dapat muncul untuk menyerupai campur tangan kemanusiaan. Kita telah melihat itu di Irak," kata Obiang Nguema.

Perdana Menteri Rusia Vladimir Putin pada ahir Maret mengutuk resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang memungkinkan tindakan tentara di Libya sebagai "seruan perang salib pada abad pertengahan" dan mengecam Washington untuk kesiapannya memamerkan kekuatan.

Dalam satu dari pernyataan paling kerasnya terhadap Barat dalam beberapa tahun belakangan, orang secara nyata nomor satu di Rusia itu mengatakan tidak ada nalar atau nurani pada tindakan tentara tersebut.

"Resolusi Dewan Keamanan itu, tentu saja, cacat dan tidak sah," kata kantor berita Rusia mengutip keterangan Putin kepada pekerja pada kunjungan ke salah satu pabrik peluru kendali di negara tersebut.(*)
(B002/Z002)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011