Moskow  (ANTARA News) - Rusia pada hari Selasa yang menerima utusan pemimpin Libya Moamer Gaddafi dan  meminta Tripoli untuk mematuhi resolusi PBB. Hal itu dikemukakan seiring Moskow yang berusaha memposisikan diri sebagai mediator dalam konflik tersebut.

Kunjungan ke Moskow tersebut yang dilakukan oleh Muhammad Ahmed al-Sharif, Sekretaris Jenderal World Islamic Call Society, kelompok Libya yang dibentuk oleh Gaddafi.

"Kami mengangkat isu-isu yang langsung dari posisi utama kami dan ditujukan pertama dan terpenting untuk segera mengakhiri pertumpahan darah di Libya," kata Menteri Luar Negeri Sergei Lavrov setelah pembicaraan dengan al-Sharif.

"Kami mengangkat masalah tentang kebutuhan pemimpin Libya untuk secara eksplisit merangkul dan memulai pelaksanaan resolusi Dewan Keamanan PBB secara penuh," kata Lavrov.

"Resolusi meminta bahwa setiap penggunaan kekuatan militer yang menentang kedamaian warga sipil harus dihentikan."

Moskow, yang telah sangat kritis terhadap kampanye internasional terhadap rezim Gaddafi, setuju untuk berbicara dengan utusan kedua belah pihak, Gaddafi dan kelompok pemberontak yang juga berencana untuk datang ke Moskow tetapi harus menunda perjalanan mereka.

Lavrov mengatakan bahwa utusan itu mengatakan kepada Moskow jika Tripoli siap bekerja sama jika pemberontak dan NATO juga menghentikan permusuhan.

"Jawaban yang kami dengar tidak bisa disebut negatif," kata Lavrov.

Diplomat tinggi Rusia sekali lagi menegaskan kembali perlunya untuk segera memulai negosiasi untuk menghindari korban lebih lanjut.

"Hal utama sekarang adalah untuk menyetujui syarat dan ketentuan gencatan senjata," katanya.

"Ini akan menciptakan landasan yang kuat yang memungkinkan pada tahap selanjutnya untuk mulai dialog nasional ... tentang masa depan negara, masa depan sebuah Libya yang baru. "

Lavrov mengatakan pemberontak Libya harus menunda kunjungan mereka ke Rusia karena "alasan teknis".

Moskow telah menolak untuk menerima para pemberontak sebagai kekuatan yang sah di Libya dan masih memiliki ikatan formal dengan rezim Gaddafi.Bersaing dengan negara-negara Barat untuk akses ke negara kaya sumber daya, Moskow menampung hampir semua keinginan Gaddafi.

Ketika pemimpin Libya itu tiba di Moskow untuk kunjungan pertamanya ke Rusia, pasca-Soviet, pada tahun 2008, Moskow mengijinkan ia memasang tenda Badui-nya dalam tembok Kremlin, bertentangan dengan protokol keamanan.
(G003/B002)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2011