Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi VI DPR Refrizal menilai pengelolaan Merpati sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang didasarkan pada kebijakan pemerintah, justru membuat maskapai penerbangan itu menjadi korban karena tidak diberi kesempatan untuk memilih.

Menurut Refrizal saat Rapat Dengar Pendapat Komisi VI DPR dengan Menteri BUMN dan Merpati, di DPR, Rabu, ini terbukti dalam pembelian pesawat MA-60 buatan China yang seharusnya merupakan proses "business to business" menjadi "government to government" karena adanya intervensi pemerintah.

"Kasus ini menunjukkan bahwa Merpati tinggal menjalankan kebijakan pemerintah, tanpa bisa memilih," ungkap Refrizal.

Seperti diketahui, setelah jatuhnya pesawat Merpati jenis MA-60 di Teluk Kaimana yang menewaskan 25 orang penumpangnya pada (7/5), terungkap beberapa keganjilan mengenai proses pembelian MA-60 dan pengelolaan Merpati sebagai salah satu BUMN penerbangan di Indonesia.

Refrizal juga menekankan bahwa pemilihan pembelian pesawat juga harus disinergikan dengan "business plan" perusahaan. "Pertanyaannya apakah MA-60 bagian dari `business plan` Merpati atau tidak? Jika tidak, berarti `business plan` yang dibuat Merpati jadi tidak ada gunanya," sambung anggota DPR dari Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatera Barat II ini.

Lebih jauh politisi PKS ini menegaskan bahwa Menteri BUMN harus berani menolak kebijakan yang tidak sesuai dengan "business plan" agar dalam operasional BUMN sesuai dengan target yang telah ditetapkan.

"Demi bangsa dan negara kita harus berani menolak yang tidak sesuai dengan kerangka aturan yang sudah ditetapkan," ujar politisi Partai Keadilan Sejahtera tersebut.(*)

(T.D011/B012)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011