Denpasar (ANTARA News) - Penderita HIV/AIDS di Bali kondisinya semakin mengkhawatirkan selain karena jumlah penderitanya terus meningkat, juga penyakit hilangnya kekebalan daya tubuh itu juga kini telah menjangkau daerah pedesaan.

"Bali dari segi jumlah penderita menempati urutan kelima tingkat nasional setelah Jawa Barat, Jawa Timur, Papua dan DKI Jakarta," kata Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali dr Nyoman Suteja didampingi Kepala Bidang Pemberantasan Penyakit Menular (P2M) dr Ketut Subrata di Denpasar, Kamis.

Ia mengatakan, namun dari segi revalensi penderita HIV/AIDS di Bali menempati peringkat kedua tingkat nasional setelah Provinsi Papua.

"Revalensi adalah perbandingan kasus yang terjadi dengan jumlah penduduk di wilayah tersebut," ujar Nyoman Suteja.

Penderita HIV/AIDS secara komulatif di Bali hingga Maret 2011 mencapai 4.314 kasus, 381 orang di antaranya meninggal dunia.

Nyoman Suteja menambahkan, dari jumlah penderita penyakit hilangnya kekebalan daya tubuh di Pulau Dewata itu, Kota Denpasar menempati peringkat pertama dengan 1.931 kasus, di antaranya 171 orang meninggal atau persentasenya mencapai 44,76 persen.

Menyusul Kabupaten Buleleng dengan 941 kasus, 53 orang di antaranya meninggal dunia atau 21,81 persen dan Kabupaten Badung pada peringkat ketiga dengan 708 kasus, 67 orang di antaranya meninggal atau 16,41 persen.

Selain itu Kabupaten Jembrana dengan 75 kasus, 17 orang di antaranya meninggal (1,74 persen), Tabanan 237 kasus, 27 orang di antaranya meninggal (5,49 persen) dan Gianyar dengan 200 kasus, 24 orang di antaranya meninggal (4,54 persen).

Sementara di Kabupaten Bangli penderita HIV/AIDS tercatat 50 kasus, tujuh di antaranya meninggal (1,16 persen), Klungkung 58 kasus, tujuh di antaranya meninggal (1,34 persen) dan Kabupaten Karangasem 114 kasus, delapan di antaranya meninggal (2,84 persen).

Dengan demikian perkembangan penyakit HIV/AIDS di Bali sangat pesat yang perlu mendapat perhatian dan penanganan dari semua pihak, khususnya masyarakat dari semua lapisan untuk menghindari perbuatan yang beresiko tinggi, harap Nyoman Suteja. (I006/P004/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011