Jakarta (ANTARA News) - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Jimly Asshiddiqie, menyarankan penyusunan rancangan undang-undang (RUU) tentang dana pemilihan umum (pemilu) yang mengatur tentang pemasukan dan pengeluaran partai selama pemilu.

Jimly, di Jakarta, Senin, mengatakan bahwa sebaiknya ada pengaturan tersendiri tentang dana pemilu atau dana kampanye, mengingat selama ini aturan yang ada tidak cukup komprehensif.

"Baik juga dibuatkan undang-undang tersendiri, UU tentang dana politik yang mengatur secara komprehensif, yakni pengeluaran dan pemasukan. Sekarang yang diatur cuma pemasukan saja," katanya dalam diskusi bertema "Partai Politik Menggerogoti Anggaran Negara".

RUU tentang dana kampanye atau dana pemilu ini diperlukan untuk mengatasi biaya demokrasi yang terlampau mahal. Menurut Jimly, biaya yang dikeluarkan untuk pemilu presiden hingga pemilihan kepala desa sudah sangat berlebihan.

"Biaya politik kita sudah tidak sehat, maka mau tidak mau harus ada aturan mulai pemasukan hingga pengeluaran," katanya.

Dalam UU tentang dana pemilu itu, ujarnya, subyek yang terkait dengan pemilu harus jelas yakni partai politik, calon anggota legislatif, calon terpilih, calon presiden, dan tim sukses.

Dana yang dikeluarkan untuk pemilu harus dibatasi, demikian pula dengan pemasukannya sehingga biaya politik tidak terlalu mahal.

"UU ini harus mengatur hak dan kewajiban masing-masing dengan sanksi yang jelas. Sebaiknya saran penyusunan UU ini dipertimbangkan selagi masih ada waktu untuk kita membuat aturan yang lengkap," katanya.

Jika saran tentang penyusunan RUU tentang dana pemilu ini tidak bisa diwujudkan, Jimly mengatakan, maka upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi biaya politik yang mahal dan mengawasi pemasukan dan penggunaan dana partai adalah dengan memperkuat pengawasan publik.

Risiko yang harus ditanggung partai jika tidak memenuhi aturan, adalah hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap partai tersebut, ujarnya.

Dalam diskusi tersebut peneliti dari Indonesia Corruption Watch (ICW), Abdullah Dahlan, menilai bahwa pola pendanaan partai politik belum transparan dan akuntabel.

Sependapat dengan Jimly, Abdullah juga mengatakan, perlu sebuah pengaturan yang lebih ketat tentang sumber pendanaan dan pengeluaran partai politik.
(T.H017/Z003)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2011