Kerugian negara akibat aktifitas 14 perusahaan perambah ilegal itu dilihat dari hilangnya nilai kayu (log) pada 14 perusahaan IUPHHK-HT di Provinsi Riau sebesar Rp73.364.544.000.000.
Jakarta (ANTARA News) - Sekretaris Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum (Satgas PMH) Denny Indrayana mengatakan pihaknya akan membuka kembali Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap 14 perusahaan perambah hutan secara ilegal di Provinsi Riau.

"Hasil kajian dan diskusi antara Satgas PMH dengan Polri dan Kejaksaan Agung, dapat disimpulkan bahwa terdapat empat alasan untuk dapat membuka kembali SP3," kata Denny Indrayana kepada ANTARA News, di Jakarta, Kamis.

Empat unsur pendukung dibukanya kembali SP3 tersebut, kata Denny,  pertama karena alasan penerbitan SP3 menimbulkan keraguan serta ketidakpastian sebab terdapat banyak kejanggalan terkait materi pembuktian maupun penunjukan ahli.

Kedua, dengan adanya Putusan MA No.736 K/Pid.Sus/2009 atas perkara tindak pidana korupsi Bupati Pelalawan dalam tingkat Kasasi dengan terdakwa H Tengku Azmun Jaafar, S.H. memunculkan petunjuk sekaligus bukti baru bahwa penerbitan IUPHHK-HT PT Merbau Pelalawan Lestari dan PT Madukuro adalah melawan hukum dan oleh karenanya tidak sah.

Ketiga, terhadap keterangan para ahli dari Kementerian Kehutanan (BS dan BW-red) yang dijadikan dasar pertimbangan penerbitan SP3 PT Merbau Pelalawan Lestari dan PT Madukoro menjadi tidak bernilai karena bertentangan dengan Putusan MA No. 736 K/Pid.Sus/2009. Sehingga terhadap SP3-SP3 lainnya yang menggunakan keterangan para ahli tersebut secara hukum dapat dianggap tidak lagi mempunyai nilai pembuktian.

Unsur ke empat, lanjut Denny, adalah putusan MA No. 736 K/Pid.Sus/2009 yang menunjukkan bahwa proses penerbitan IUPHHK-HT dalam perkara in casu merupakan perbuatan tindak pidana korupsi, oleh karenanya patut diduga dalam penerbitan ijin IUPHHK-HT terhadap 14 perusahaan yang dihentikan penyidikannya. Bahkan tidak menutup kemungkinan terdapat indikasi adanya tindak pidana korupsi.

"Forum menyepakati bahwa SP3 perkara perambahan hutan secara ilegal terkait 14 perusahaan dapat dibuka kembali jika terdapat petunjuk atau bukti baru. Mendorong KPK sesuai dengan kewenangannya untuk memprakarsai proses hukum terhadap 14 perusahaan dengan mengacu pada putusan MA dengan terdakwa Tengku Azmun Jaafar berdasarkan UU Tindak Pidana Korupsi," kata Denny.

Sementara gugatan perdata untuk mengembalikan kerugian negara akan diajukan oleh negara (dengan Jaksa sebagai Pengacara Negara) berdasarkan Pasal 90 UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Ia juga menambahkan, kerugian negara akibat aktifitas 14 perusahaan perambah ilegal itu dilihat dari hilangnya nilai kayu (log) pada 14 perusahaan IUPHHK-HT di Provinsi Riau sebesar Rp73.364.544.000.000, sementara total biaya kerugian perusakan lingkungan adalah Rp1.994.594.854.760.000.

"Kami meminta Kapolri  Jenderal Pol Timur Pradopo untuk mempertimbangkan pencabutan SP3 dan membuka kembali penyidikan dengan pertimbangan sebagaimana disebutkan di atas," katanya.                 

Sejumlah perusahaan perambah liar itu di antaranya PT Madukoro, PT Nusa Prima Manunggal, PT Bukit Batubuh Sei Indah, PT Citra Sumber Sejahtera, PT Mitra Kembang Selaras, dan PT Merbau Pelalawan Lestari.

Rapat Koordinasi Satgas PMH dilakukan di Pekanbaru 7-8 Juni 2011 lalu dihadiri oleh Jaksa Agung Muda Pidana Umum, Deputi Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi, Kadiv Pembinaan Hukum Mabes Polri, Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Kementerian Kehutanan, Direktur dan Wakil Direktur V Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Mabes Polri, Komisi Kepolisian Nasional, Komisi Kejaksaan, dan Ahli Kehutanan IPB. (zul)

(ANTARA)

Pewarta: Zul Sikumbang
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2011