Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Pertahanan akan mengevaluasi sembilan badan usaha produsen bahan peledak mengingat belum terpenuhinya kebutuhan bahan peledak di dalam negeri secara optimal.

Dirjen Potensi Pertahanan Kementerian Pertahanan Pos M Hutabarat di Jakarta Selasa mengatakan, selain perijinan sembilan perusahaan itu sudah mendekati selesai, evaluasi difokuskan pada konsistensi mereka untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

"Selama ini, dari kebutuhan dalam negeri sekitar 450 ribu ton per tahun baru dapat dipenuhi sekitar 40 hingga 60 ribu ton oleh badan usaha bahan peledak dalam negeri," paparnya.

Padahal, lanjut Pos Hutabarat, bahan baku bahan peledak berupa amonium nitrat di dalam negeri cukup melimpah.

"Hanya campurannya saja yang masih impor. Namun, kondisi saat ini baik bahan baku maupun bahan campurannya kebanyakan masih impor. Padahal, kita ingin Indonesia bisa memproduksi bahan peledak utamanya untuk pasar dalam negeri baik untuk kepentingan militer maupun komersial," ujarnya.

Ia mengatakan evaluasi dilakukan terhadap perijinan usaha, perijinan produksi, pengadaan dan penyimpanan. "Evaluasi perijinan juga dilakukan pada ijin pendistribusian, dan jasa peledakan."

Kewenangan Kemhan untuk mengatur perijinan Badan Usaha Bahan Peledak sesuai Keputusan Presiden Nomor 125/1999 tentang Bahan Peledak yang merupakan salah satu kebijakan strategis nasionmal di bidang bahan peledak.

Keputusan presiden itu kemudian dijabarkan dalam Peraturan Menteri Pertahanan No22/2006 tentang pedoman, pengaturan, pembinaan, dan pengembangan Badan Usaha Bahan Peledak Komersial.

Perijinan untuk badan usaha yanhg dimaksud adalah Ijin Usaha Produksi di pabrik berlaku 10 tahun, Ijin Usaha Produksi di Lapangan berlaku dua tahun dan Ijin Pengadaan dan Pendistribusian berlaku dua tahun, Ijin Usaha Pergudangan dan Jasa Peledakan berlaku untuk dua tahun.

Keputusan Pemberian Jumlah Kuota Handak berlaku satu tahun, dan Rekomendasi Importir

Pos Hutabarat menambahkan Kemhan akan memberikan sanksi bagi perusahaan atau badan usaha yang terbukti tidak melakukan kegiatannya sesuai perijinan yang dikantonginya.

"Sanksi bisa berupa peringatan, pencabutan ijin maupun tidak diberikan rekomendasi lagi untuk mengimpor," katanya menegaskan.

Pos Hutabarat mengatakan evaluasi akan dilakukan segera mungkin, sehingga pada Juli 2011 dapat ditentukan tindaklanjut terhadap perusahaan-perusahaan tersebut.

Sembilan badan usaha bahan peledak itu PT Pindad, PT Dahana, Multi Nitrotama Kimia, Armindo Prima, Trifita Perkasa, Tridaya Esta Asa Karya Multi Pratama, Aneka Gas Industri, dan Meksis.

Evaluasi juga meliputi hubungan sinergitas dengan Badan Intelijen Negara dan Polri serta lembaga terkait lainnya.

(R018/C004)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011