Madrid (ANTARA News) - Spanyol hari Kamis menyatakan mengusir duta besar Libya karena penindasan yang dilakukan rejim Muammar Gaddafi terhadap warga sipil dan tiga pejabat kedutaan karena kegiatan-kegiatan yang tidak dijelaskan.

Duta Besar Ageli Abdussalam Ali Breni memiliki waktu 10 hari untuk meninggalkan Spanyol, kata Kementerian Luar Negeri Spanyol dalam sebuah pernyataan.

"Pemerintah Spanyol memutuskan mengakhiri misi duta besar yang diberi kuasa untuk Madrid oleh pemerintah Tripoli, mengingat rejim Gaddafi telah kehilangan seluruh legitimasi karena penindasan yang terus berlangsung terhadap penduduk Libya," kata pernyataan itu.

Spanyol juga mengusir tiga pejabat Kedutaan Besar Libya yang "melakukan kegiatan-kegiatan yang tidak sesuai dengan status diplomatik mereka", katanya -- sebutan diplomatik itu seringkali menunjuk pada spionase.

Seorang juru bicara kementerian luar negeri menolak berkomentar mengenai tuduhan terhadap ketiga pejabat kedutaan besar itu.

Menteri Luar Negeri Spanyol Trinidad Jimenez mengumumkan pada 8 Juni, Spanyol mengakui kelompok pemberontak Dewan Transisi Nasional (NTC) sebagai satu-satunya perwakilan sah rakyat Libya.

"Spanyol akan membantu rakyat Libya; kami menginginkan sebuah negara demokratis dengan hak-hak dan kebebasan," kata Jimenez selama kunjungan ke Benghazi yang dikuasai pemberontak setelah berunding dengan NTC, sayap politik pemberontak Libya.

Dewan itu, yang mengatur permasalahan kawasan timur yang dikuasai pemberontak, melobi keras untuk pengakuan diplomatik dan perolehan dana untuk mempertahankan perjuangan berbulan-bulan dengan tujuan mendongkel pemimpin Libya Muammar Gaddafi.

Negara-negara besar yang dipelopori AS, Prancis dan Inggris membantu mengucilkan Gaddafi dan memutuskan pendanaan dan pemasokan senjata bagi pemerintahnya, sambil mendukung dewan pemberontak dengan tawaran-tawaran bantuan.

Selain Spanyol, sejumlah negara yang telah mengakui NTC adalah Uni Emirat Arab, Jerman, Australia, Inggris, Prancis, Gambia, Italia, Yordania, Malta, Qatar, Senegal dan AS.

Libya kini digempur pasukan internasional sesuai dengan mandat PBB yang disahkan pada 17 Maret.

Sebanyak 21 kapal NATO berpatroli aktif di Laut Tengah sebagai bagian dari penegakan embargo senjata terhadap Libya.

Aliansi 28 negara itu sejak 31 Maret juga memimpin serangan-serangan udara terhadap pasukan darat rejim Gaddafi.

Resolusi 1973 DK PBB disahkan ketika kekerasan dikabarkan terus berlangsung di Libya dengan laporan-laporan mengenai serangan udara oleh pasukan Gaddafi, yang membuat marah Barat.

Selama beberapa waktu hampir seluruh wilayah negara Afrika utara itu terlepas dari kendali Gaddafi setelah pemberontakan rakyat meletus di kota pelabuhan Benghazi pada pertengahan Februari. Namun, pasukan Gaddafi kemudian dikabarkan telah berhasil menguasai lagi daerah-daerah tersebut.

Ratusan orang tewas dalam penumpasan brutal oleh pasukan pemerintah dan ribuan warga asing bergegas meninggalkan Libya pada pekan pertama pemberontakan itu.

Gaddafi (68) adalah pemimpin terlama di dunia Arab dan telah berkuasa selama empat dasawarsa. Gaddafi bersikeras akan tetap berkuasa meski ia ditentang banyak pihak.

Aktivis pro-demokrasi di sejumlah negara Arab, termasuk Libya, terinspirasi oleh pemberontakan di Tunisia dan Mesir yang berhasil menumbangkan pemerintah yang telah berkuasa puluhan tahun. (M014/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011