Jakarta (ANTARA News) - Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Moh Jumhur Hidayat menyatakan pemancungan terhadap seorang TKI, Ruyati (54 tahun) oleh Arab Saudi pada Sabtu (18/6) menyakitkan perasaan bangsa Indonesia.

"Khususnya bagi keluarga korban di Tanah Air," kata Jumhur di Jakarta, Minggu.

Ruyati merupakan TKI penata laksana rumah tangga asal Kampung Ceger RT 003/01, Desa Sukadarma, Kecamatan Sukatani, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.

Jumhur mengatakan BNP2TKI secepatnya berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri untuk memulangkan jenazah Ruyati guna dimakamkan oleh pihak keluarga di kampung halaman.

Ia telah menghubungi Duta Besar Indonesia untuk Arab Saudi Gatot Abdullah Mansyur pada Minggu malam dan mendapat penjelasan bahwa pihak KBRI, Senin (20/6) akan melayangkan nota diplomatik kepada pemerintah Arab Saudi untuk mempercepat proses pemulangan jenazah Ruyati ke Indonesia.

BNP2TKI, katanya, juga sudah memanggil PT Dasa Graha Utama, perusahaan yang memberangkatkan Ruyati pada Oktober 2008 untuk dimintai keterangan pada Senin (20/6) di Kantor BNP2TKI sekitar pukul 10.00 WIB sekaligus membicarakan pemenuhan hak-hak almarhumah yang belum terbayarkan di antaranya gaji selama beberapa bulan.

Selain itu, BNP2TKI memanggil perusahaan asuransi TKI, PT Mitra Dana Sejahtera, yang bertanggung jawab dalam pembayaran santunan kepada ahli waris atau keluarga Ruyati sebesar Rp45 juta.

"Pembayaran santunan dari PT Mitra Dana Sejahtera akan diantar langsung kepada keluarga almarhumah," ujar Jumhur.

Kepala Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan TKI (BP3TKI) Jakarta Delta pada Minggu sore mendatangi keluarga Ruyati.


Istri Majikan

Ruyati yang berpaspor RI nomor AL 786899 itu diberangkatkan sekitar Oktober 2008 oleh PT Dasa Graha Utama, Jakarta ke Arab Saudi dan disalurkan melalui agensi di negara tersebut yaitu Ziarah Recruitment Office.

Ia dipekerjakan pada keluarga Omar Mohammad Omar Halwani beralamat di Al Khalidiya, Mekkah.

Masa kerja Ruyati terhitung selama satu tahun tiga bulan di keluarga majikan tersebut.

Pada 12 Januari 2010 terjadi kasus pembunuhan istri majikan, Khairiyah binti Hamid Mijlid yang melibatkan Ruyati sebagai pelaku.

Dalam pengadilan tingkat pertama di Mahkamah Am pada 3 dan 10 Mei 2010, Ruyati mengakui membunuh korban setelah bertengkar akibat keinginannya pulang ke tanah air tidak dikabulkan.

Pengadilan di Mahkamah Tamyiz pun akhirnya mengesahkan hukuman qishash (mati) bagi Ruyati pada 14 Juli 2010.

Keputusan Mahkamah Tamyiz ini diperkuat oleh Mahkamah Agung Arab Saudi.

Menurut Jumhur, Konsulat Jenderal RI di Jeddah telah mengupayakan pemaafan dari ahli waris melalui kewenangan Lembaga Pemaafan (Lanjatul `Afwu) negara itu.

Pemerintah Kerajaan Arab Saudi memerintahkan pelaksanaan hukuman pancung terhadap Ruyati pada Sabtu lalu, atas permohonan ahli waris korban dari pihak istri majikan yang bersikukuh menolak upaya maaf.

"Pemerintah sudah berusaha namun kita belum mampu menembuh rigiditas sistem hukuman mati yang ada di Arab Saudi," kata Jumhur. (*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011