Ini menunjukan bahwa Indonesia fokus terhadap pencapaian targetnya mengurangi emisi gas rumah kaca, terutama dari kerusakan hutan.
Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Kehutanan (Kemhut) menerima hibah 3,6 juta dolar Amerika dari Forest Carbon Partnership Facility, sebuah fasilitas multi donor yang dikelola Bank Dunia untuk mendukung kegiatan REDD+.

Hibah yang dikucurkan Juni ini untuk mendukung kegiatan REDD+ di Indonesia yang antara lain menurunkan emisi gas rumah kaca hingga 26 persen pada 2020, kata Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan di Jakarta, Kamis.

Hibah Bank Dunia diberikan dalam jangka waktu tiga tahun terhitung Juni 2011, katanya saat peluncuran Forest Carbon Partnership Facility kerja sama REDD plus Readiness Preparation antara Indonesia dan Bank Dunia .

Dengan demikian, rata-rata per tahun dana hibah dikucurkan sekitar 1,2 juta dolar.

Zulkifli juga menyatakan, pemerintah menyediakan anggaran untuk berbagai program yang berkaitan dengan program REDD+.

Menteri mengatakan, skema pemberian hibah dari Bank Dunia berbeda dengan pemberian hibah dari Norwegia. Dana hibah yang sebesar 1 miliar dolar AS dari Norwegia itu diberikan setelah Indonesia berhasil menurunkan karbon.

"Kalau dari Norwegia diberikan setelah berhasil menurunkan karbon. Kami bukan melihat dari nilainya yang kecil, tapi semangat dan komitmennya dari para pemberi hibah ini dalam mendukung REDD ini," katanya.

Kerja sama ini dinilainya akan mempercepat upaya Indonesia mengurangi emisi dan penanganan kawasan hutan dan menunjukan bahwa negara maju percaya kepada negara ini.

Sementara itu, Kepala Perwakilan Bank Dunia di Indonesia Stefan Koerberle mengatakan, kondisi hutan Indonesia saat ini akan menentukan masa depan skema REDD+ dan perdagangan karbon secara global.

Dia menilai Indonesia sudah memberi contoh bagi negara-negara berkembang lain dalam melindungi hutan dan menurunkan emisi global.

Koerberle mengatakan, Indonesia merupakan salah satu negara berhutan pertama yang mendapatkan dukungan "Forest Carbon Partnership Facility".

"Ini menunjukan bahwa Indonesia fokus terhadap pencapaian targetnya mengurangi emisi gas rumah kaca, terutama dari kerusakan hutan," katanya.

Menurut Kepala Unit Penelitian dan Pembangunan Kementerian Kehutanan (Kemenhut) Tachir Fathoni, sejak menjadi tuan rumah konferensi internasional perubahan iklim di Bali pada 2007, Indonesia telah melancarkan berbagai upaya untuk mengatasi perubahan iklim dan mengurangi emisi gas rumah kaca.

Salah satu upaya tersebut, katanya, yakni persiapan penerapan skema penurunan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan atau yang dikenal dengan REDD+.

Dengan strategi nasional REDD+, katanya, Indonesia tidak hanya berfokus pada penurunan kerusakan hutan, tetapi juga menekankan peran konservasi, pengelolaan hutan secara lestari serta peningkatan stok karbon hutan.

"Negara maju dapat membayar sejumlah uang kepada negara berkembang untuk menerapkan berbagai kebijakan dan proyek untuk menghentikan kerusakan hutan. Proses ini selain membantu melindungi lingkungan, juga dapat mengurangi pemanasan global dan menjadikan pelestarian hutan dan lahan gambut sebagai sumber pendapatan berkelanjutan," katanya.

Menurut dia, kerja sama dengan Bank Dunia ini bertujuan memberikan kontribusi pada pembangunan kapasitas Indonesia dalam merancang strategi nasional REDD plus.

"Dananya nanti dialokasikan untuk persiapan, menyusun metodologi, menyusun penelitian, dan kegiatan yang dipakai dalam rangka program REDD plus ini," tegasnya.
(A027)

Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2011