Timika (ANTARA News) - Dua kapal ikan berbendera Vietnam yakni Kapal Papua Fishery 03 dan Kapal Papua Fishery 05 yang sudah sekitar tujuh bulan berada di kawasan Pelabuhan Paumako, Timika, melakukan pelanggaran wilayah operasi sehingga diwajibkan membayar bea masuk ke Kantor Bea Cukai Pusat di Jakarta.

Anggota Komisi A DPRD Mimika, Athanasius Allo Rafra, kepada ANTARA di Timika, Senin mengatakan dari laporan anak buah kapal (ABK) menyebutkan pemilik kedua kapal yang berada di Vietnam saat ini sedang mengurus pembayaran bea masuk ke Kantor Bea Cukai Pusat.

"Saya sudah dua kali bertemu dengan puluhan ABK dua kapal Vietnam itu. Menurut mereka, pemilik kapal sedang mengurus pembayaran ke Kantor Bea Cukai Pusat di Jakarta," jelas Allo.

Wakil rakyat dari PDIP itu mengatakan, kedua kapal tersebut tidak tersangkut kasus pelanggaran paspor maupun pelanggaran Undang-Undang Perikanan.

Ia berharap proses pembayaran kewajiban ke Kantor Bea Cukai Pusat di Jakarta secepatnya diselesaikan oleh pemilik kapal agar sekitar 30-an ABK yang sudah tujuh bulan terlantar di Timika bisa segera kembali ke negara asalnya.

"Itu yang menjadi keprihatinan kita. Selama tujuh bulan ABK terlantar di Timika, lalu mereka meminta-minta makan, beras, uang, kepada masyarakat supaya bisa bertahan hidup. Ini jadi tanggung jawab siapa," tutur Allo.

Ia meminta pihak Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Bea Cukai bisa menempatkan petugasnya di Pelabuhan Paumako, Distrik Mimika Timur sehingga ke depan kasus-kasus seperti ini tidak terulang kembali.

Selama ini, petugas Bea Cukai hanya "stand by" di kawasan Pelabuhan Portsite Amamapare untuk keperluan pengecekan masuk-keluarnya barang dari dan ke areal PT Freeport Indonesia.

Sementara di kawasan Pelabuhan Paumako yang merupakan pelabuhan umum dan pelabuhan niaga ke Kota Timika, hingga kini belum ada petugas dari Kantor Bea Cukai.

Sebelumnya dilaporkan, sekitar 30 warga negara Vietnam yang bekerja sebagai ABK Kapal Papua Fishery 03 dan Kapal Papua Fishery 05 selama tujuh bulan hidup terlantar di Timika tanpa nasib yang jelas.

Kepala Bidang Pengawasan Sumberdaya Perikanan dan Kelautan Mimika, Inosensius Yoga Pribadi di Timika, Kamis mengatakan kedua kapal penangkap ikan asal Vietnam itu tidak diizinkan beroperasi lantaran belum melunasi bea impor kapal sebesar Rp178,800 juta di Kantor Bea Cukai Pusat di Jakarta.

"Para ABK dan dua kapal Vietnam itu tidak dalam status ditahan. Izin mereka sudah lengkap dari Kementerian Kelautan dan Perikanan. Tapi menurut informasi yang kami terima, perusahaan belum melunasi bea impor kapal di Kantor Bea Cukai Pusat," jelas Yoga.

Semula, kapal penangkap ikan asal Vietnam itu berjumlah empat buah. Dua kapal sudah dikembalikan ke Vietnam. Kapal-kapal tersebut sudah berada di Pelabuhan Paumako Timika sejak akhir tahun 2010 karena mendapat izin dari Kementerian Perikanan dan Kelautan untuk menangkap ikan di wilayah perairan Laut Arafura.

Namun setelah berada di Timika, kapal-kapal Vietnam itu diketahui belum membayar bea impor di Kantor Bea Cukai Jakarta sehingga izin operasinya sementara waktu ditangguhkan sambil menunggu pihak perusahaan menyelesaikan kewajiban ke Pemerintah Indonesia.

Yoga membenarkan selama ini para ABK kedua kapal asal Vietnam itu meminta-minta makanan, beras, uang dan lain-lain ke warga Timika.

"Memang betul, selama ini ABK sering meminta-minta makanan, beras dan lain-lain ke warga Timika yang mereka temui. Harusnya ini menjadi tanggung jawab perusahaan tempat mereka bekerja," tuturnya.

Menurut dia, selama ini bantuan dari warga Timika kepada para ABK yang sama sekali tidak bisa berbahasa asing di luar bahasa Vietnam itu cukup banyak. Meski begitu, para ABK asal Vietnam itu terus meminta-minta bantuan ke masyarakat Timika.

"Ini yang kami herankan. Secara pribadi, kami membantu beras. Banyak juga warga Timika yang memberi bantuan, termasuk dari kapal-kapal ikan yang ada di sekitar Pelabuhan Paumako. Bahkan Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi juga pernah bantu. Tapi mereka tetap jalan-jalan di Timika untuk minta bantuan," ujarnya.

Kejadian warga negara asing, terutama para ABK kapal hidup terlantar tanpa nasib yang jelas itu sudah beberapa kali terjadi di Timika.

Beberapa waktu lalu, sejumlah warga negara Thailand dan Kamboja berbulan-bulan tinggal di bawah kolong Jembatan Paumako II di Distrik Mimika Timur dengan kondisi memprihatinkan karena kapal tempat mereka bekerja ditahan oleh aparat berwajib, lantaran tersangkut kasus "illegal fishing" di perairan Merauke.

Para ABK kapal asal Thailand dan Kamboja itu sudah dipulangkan ke negara mereka masing-masing.  (E015/E011/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011