Jakarta (ANTARA News) - Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Airlangga Surabaya, Jacob Elfinus Sahetapy, menegaskan penyelesaian berbagai persoalan yang terkait benturan undang-undang (UU) harus diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) guna menghindari multi tafsir.

"Semua persoalan benturan undang-undang, misalnya satu undang-undang berbenturan dengan undang-undang lain, harus diselesaikan di tingkat MK, supaya tidak terjadi multi tafsir. Jika yang berbenturan adalah peraturan pemerintah (PP) maka penyelesaiannya di Mahkamah Agung (MA)," katanya di Jakarta, Senin.

Pakar hukum pidana itu dimintai komentarnya terkait persoalan akuisisi Indosiar oleh PT Elang Mahkota Teknologi (EMTK) Tbk, yang juga memiliki SCTV dan O Channel, yang dinilai banyak pihak melanggar UU No 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.

Terkait akuisisi Indosiar, JE Sahetapy menegaskan, pelanggaran atau benturan antar UU terjadi karena saat ini tidak ada lembaga yang mengawasi dan mengkaji semua UU yang ada.

Dulu sewaktu era Presiden Soeharto, kata dia, semua UU yang masuk harus melalui Sekretariat Negara (Setneg) dan disitu lah semua UU dikaji.

"Tetapi yang terjadi sekarang ini semua kementerian jalan sendiri-sendiri. Akibatnya UU dilanggar dan ditafsir seenaknya," kata dia.

Mengenai UU Penyiaran sebagai lex specialis, JE Sahetapy mengatakan, kalau UU Penyiaran termasuk lex specialis, maka UU yang termasuk lex generalis dikesampingkan.

"Tetapi supaya persoalan akuisisi Indosiar ini tidak berlarut-larut, sebaiknya diajukan ke MK dan MA saja," katanya.

Terkait mengajukan ke MA, Ketua MA Harifin Tumpa sudah membantah klaim PT EMTK bahwa MA telah mengeluarkan fatwa merestui akuisisi Indosiar oleh PT EMTK.

Menurut Tumpa, surat dari MA bukan fatwa, hanya surat menyurat biasa saja antara lembaga negara ke Kementerian Komunikasi dan Informatika.

Bantahan MA ini menggugurkan klaim dua menteri yakni M Nuh dan Tifatul Sembiring serta pihak PT EMTK sendiri bahwa mereka telah mendapat fatwa dari MA untuk mengakuisisi Indosiar.

Seperti diketahui, akuisisi Indosiar oleh PT EMTK ini sangat dipaksakan, walaupun Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) telah mengeluarkan legal opinion bahwa itu tidak dibenarkan karena berpotensi melanggar UU Penyiaran dan Peraturan Pemerintah (PP) No 50 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Lembaga Penyiaran Swasta, yang ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Gerindra Ahmad Muzani berkali-kali menegaskan bahwa Badan Pengawas Pasar Modal Lembaga Keuangan (Bapepam LK) tidak boleh mengeluarkan izin akuisisi sebelum berkonsultasi dengan MK terkait rencana akuisisi oleh PT EMTK atas Indosiar. Sebab, UU Penyiaran dan UU Perseroan Terbatas (PT) tak boleh diabaikan dalam setiap proses akuisisi, meski dari UU Pasar Modal tak ada masalah.

"Bapepam-LK harus berkonsultasi dulu ke MK, karena ada benturan undang-undang. Dari UU Penyiaran dan UU PT saja sudah berpotensi memunculkan masalah, walau UU Pasar Modal tak ada problem,? kata Ahmad Muzani.

Sementara itu Wakil Ketua Komisi XI DPR, Achsanul Qosasih, mengingatkan bahwa direksi dan jajaran Komisaris PT EMTK bisa dipidana, kalau tetap berkeras mengakuisisi Indosiar.

"Tindakan itu sudah jelas melanggar UU No 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dan bisa dipidana baik pemilik maupun pengelola PT EMTK," katanya.(*)
(T.D011/A041)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011