Jakarta (ANTARA News) - Pengadilan Negeri Jakarta Pusat membatalkan pembacaan vonis perkara pemalsuan surat PT Agro Enerpia Indonesia dengan terdakwa warga negara Korea Selatan, Kim Ho Yeon.

Ketua Majelis Hakim Ennid SH, saat memimpin sidang di Jakarta, Rabu, mengatakan pihak terdakwa telah mengirimkan surat keberatan karena dua hari setelah pembacaan tuntutan (Senin 4/7) langsung dilanjutkan pembacaan vonis pada Rabu (6/7).

Menurut majelis hakim, pihak terdakwa sudah mengirimkan surat untuk diberi waktu yang cukup untuk membuat pledoi (pembelaan).

"Sidang ditunda pada Selasa (12/7) dengan agenda pembelaan (pledoi) dari pihak terdakwa," kata Ennid yang didampingi anggota majelis hakim Supradja dan Sapawi.

Dalam sidang sebelumnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) Tamalia Rosa menuntut dua bulan penjara karena terbukti melanggar pasal 263, pasal 266 KUHP.


Pelapor kecewa

Kuasa hukum pelapor, Jawalmen Girsang, usai sidang, mengatakan kekecewaannya terhadap JPU yang hanya menuntut dua bulan penjara, karena pelanggaran pasal 263, pasal 266 KUHP tersebut ancaman hukuman maksimal enam tahun penjara.

Girsang mengungkapkan bahwa kasus ini bermula dari pemberhentian Direktur Keuangan PT Argo Enerpia Indonesia Kim Ho Yeon pada 24 Desember 2008 melalui Rapat Umum Pemegang saham (RUPS).

"Pemberhentian terdakwa ini sesuai dengan hukum yang berlaku karena RUPS tersebut telah diaktakan dan sudah disahkan oleh Menteri Hukum dan HAM melalui Dirjen AHU," kata Girsang.

Namun, lanjutnya, terdakwa pada 14 Mei 2009 telah melakukan tindak pidana memberikan keterangan palsu dan mempergunakan surat palsu sebagaimana diatur dalam pasal 263 dan 266 KUHP yaitu akta autentik yang dikeluarkan oleh kantor Imigrasi Jakarta.

"Terdakwa ini mengaku masih menjabat sebagai direktur keuangan PT Agro Enerpia Indonesia," kata Girsang kepada wartawan.

Atas perbuatannya ini, Direktur Utama PT Argo Enerpia Indonesia, Yoo Ginam, melaporkan ke Polda Metro Jaya atas perbuatan mantan direktur keuangannya ini.

Girsang juga mengungkapkan keanehan, karena terdakwa yang ditahan oleh Kejati namun majelis hakim telah menangguhkan penahanan terdakwa yang diubah menjadi tahanan kota.

Kuasa hukum pelapor ini juga mempertanyakan keberadaan Iskak Wibisono yang selalu mendampingi terdakwa, sejak penyidikan di hingga persidangan.

"Iskak ini pertama mengaku sebagai penerjemah, namun kenyataan di sidang yang menjadi penerjemah adalah Rizky. Ini merupakan pertanyaan, siapa Iskak ini," kata Girsang.

Atas berbagai kejanggalan ini, lanjutnya, pihaknya telah mengirimkan surat kepada kepala Kejaksaan Tinggi Jakarta dan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat perihal permohonan perlindungan hukum terhadap kliennya.

Dia menyebut pelapor telah mendapat intimidasi oleh terdakwa secara fisik, yaitu berupa penyerangan saat di ruang tunggu pengadilan pada 2 Mei 2011.

"Bahkan terdakwa telah melecehkan hukum Indonesia, karena telah mengirimkan email ke Yoo Ginam (pelapor) bahwa hukum Indonesia dapat dibeli," ungkap Girsang.(*)
(J008/A011)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011