Jakarta (ANTARA News) - Degradasi dan deforestasi kawasan hutan dinilai Menteri Kehutanan (Menhut) menjadi salah satu faktor penting yang menyebabkan merosotnya kesejahteraan rakyat dan meningkatkan ancaman terhadap ketahanan nasional.

Karena itu, kata Menteri Kehutanan, Zulkifli Hasan, saat memberi ceramah di Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas), Kamis, perlu upaya bersama dan penguatan kebijakan penegakan supremasi hukum di bidang kehutanan.

Dalam ceramahnya di depan peserta Penyelenggaraan Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA)-XLVI Lemhanas RI, menteri mengatakan, faktor utama terjadinya deforestasi kawasan hutan adalah perambahan, illegal logging, illegal mining, kebakaran hutan, dan pemanfaatan serta penggunaan kawasan hutan yang nonprosedural.

Dari sisi ekonomi, menurut dia, kejahatan kehutanan yang selama ini terjadi telah menyebabkan hilangnya sumber ekonomi bagi negara dan masyarakat, kemiskinan, dan tersungkurnya industri yang mengandalkan bahan baku dari sumber daya alam hutan.

Selain itu, kejahatan kehutanan juga menyebabkan lahan dan kawasan hutan menjadi semakin kritis dan berpotensi menimbulkan bencana alam. Dari sisi sosial budaya, tindak kejahatan kehutanan ini juga mengakibatkan dekultursasi karena masyarakat di sekitar hutan kehilangan tempat menggantungkan hidup dan budayanya.

Menteri juga mengakui bahwa kejahatan kehutanan masih terus berlangsung dan hal itu dikarenakan lemahnya kelembagaan, sumber daya manusia, dan "governance" yang terkait dengan pengelolaan kawasan hutan. Di sisi lain, menurut dia, koordinasi dan penegakan hukum terhadap tindak kejahatan kehutanan juga masih lemah.

Kemiskinan masyarakat sekitar hutan karena lemahnya akses mereka terhadap sumber daya hutan dalam tata kelola kehutanan yang berlangsung selama beberapa puluh tahun lalu juga dinilainya menjadi salah satu faktor timbulnya kejahatan kehutanan.

Padahal, kata Zulifli, UU Kehutanan No. 41/1999 mengamanatkan bahwa tugas negara adalah mengurus, menetapkan status, dan mengatur hubungan orang dengan hutan. Amanat itu diberikan kepada pemerintrah untuk menjamin luas dan sebaran kawasan hutan, optimalisasi fungsi hutan, meningkatkan daya dukung Daerah Aliran Sungai, dan pemberdayaan masyarakat agar distribusi manfaat hutan lebih terjamin.

Karena besarnya potensi ancaman yang ditimbulkan, tidak berlebihan jika Menhut mengatakan bahwa tindak kejahatan kehutanan merupakan "extra ordinary crime".

Untuk itu, upaya pemberantasan tindak kejahatan kehutanan harus dilakukan dengan cara yang luar biasa, lugas, terpadu, tuntas, dan berkesinambungan. Di sini, tegasnya, perlu peningkatan koordinasi serta kerja sama dengan pemerintah dan aparat daerah dalam pemetaan kasus dan pengawasan.

Selain itu, pemerintah daerah dan pusat bersama DPR harus mempercepat penyelesaian rencana tata ruang dan wilayah provinsi (RTRWP) serta berbagai upaya untuk memperkuat aparatur kehutanan, merevitalisasi perundangan, termasuk pembuatan UU Pencegahan Pemberantasan Pembalakan Liar dan perluasan wewenang pegawai penyidik negeri sipil Kementerian Kehutanan maupun penguatan sanksi bagipelaku kejahatan kehutanan.

Yang tidak kalah penting untuk dilakukan, menurut dia, bagaimana meningkatkan partisipasi masyarakat dengan lebih memberdayakan mereka dalam sistem tata kelola kehutanan dan peningkatan pengawasan di tingkat lapangan dengan membentuk Kesatuan Pengelolaan hutan di seluruh kawasan hutan nasional. (A027/A026/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011