London (ANTARA News) - Inggris mengakui dewan pemberontak Libya sebagai satu-satunya pemerintah sah negara itu Rabu setelah secara dramatis mengusir seluruh staf Muammar Gaddafi yang tersisa di Kedutaan Besar Libya di London.

Menteri Luar Negeri William Hague mengatakan, ia telah meminta kelompok pemberontak Dewan Transisi Nasional (NTC) mengambil alih kedutaan itu dan menunjuk seorang utusan resmi, lapor AFP.

Sekelompok pendukung pemberontak mengibarkan bendera merah, hitam dan hijau oposisi Libya di luar kedutaan itu setelah pengumuman menteri Inggris tersebut, meski bendera hijau rejim Gaddafi masih berkibar di bangunan itu.

"Perdana menteri dan saya memutuskan bahwa Inggris mengakui dan akan berhubungan dengan Dewan Transisi Nasional sebagai satu-satunya otoritas pemerintahan di Libya," kata Hague pada jumpa pers di London.

"Kami meminta Dewan Transisi Nasional menunjuk seorang utusan diplomatik baru Libya untuk mengambil alih kedutaan besar Libya di London," katanya.

Ia menambahkan, "Selaras dengan keputusan itu, kami memanggil kuasa usaha Libya ke kementerian luar negeri hari ini dan memberi tahu bahwa ia dan diplomat-diplomat lain rejim Gaddafi harus meninggalkan Inggris."

"Kami tidak lagi mengakui mereka sebagai perwakilan pemerintah Libya," katanya.

Inggris juga akan membebaskan aset minyak Libya senilai 149 juta dolar yang dibekukan sesuai dengan resolusi Dewan Keamanan PBB, agar pemberontak bisa memanfaatkannya, tambah Hague.

Sejumlah negara yang telah mengakui NTC sebagai perwakilan sah rakyat Libya adalah Turki, Uni Emirat Arab (UAE), Australia, Inggris, Prancis, Jerman, Gambia, Italia, Yordania, Malta, Qatar, Senegal, Spanyol dan AS.

Dewan itu, yang mengatur permasalahan kawasan timur yang dikuasai pemberontak, melobi keras untuk pengakuan diplomatik dan perolehan dana untuk mempertahankan perjuangan berbulan-bulan dengan tujuan mendongkel pemimpin Libya Muammar Gaddafi.

Negara-negara besar yang dipelopori AS, Prancis dan Inggris membantu mengucilkan Gaddafi dan memutuskan pendanaan dan pemasokan senjata bagi pemerintahnya, sambil mendukung dewan pemberontak dengan tawaran-tawaran bantuan.

Libya kini digempur pasukan internasional sesuai dengan mandat PBB yang disahkan pada 17 Maret.

Sebanyak 21 kapal NATO berpatroli aktif di Laut Tengah sebagai bagian dari penegakan embargo senjata terhadap Libya.

Aliansi 28 negara itu sejak 31 Maret juga memimpin serangan-serangan udara terhadap pasukan darat rejim Gaddafi.

Resolusi 1973 DK PBB disahkan ketika kekerasan dikabarkan terus berlangsung di Libya dengan laporan-laporan mengenai serangan udara oleh pasukan Gaddafi, yang membuat marah Barat.

Selama beberapa waktu hampir seluruh wilayah negara Afrika utara itu terlepas dari kendali Gaddafi setelah pemberontakan rakyat meletus di kota pelabuhan Benghazi pada pertengahan Februari. Namun, pasukan Gaddafi kemudian dikabarkan telah berhasil menguasai lagi daerah-daerah tersebut.

Ratusan orang tewas dalam penumpasan brutal oleh pasukan pemerintah dan ribuan warga asing bergegas meninggalkan Libya pada pekan pertama pemberontakan itu.

Gaddafi (68) adalah pemimpin terlama di dunia Arab dan telah berkuasa selama empat dasawarsa. Gaddafi bersikeras akan tetap berkuasa meski ia ditentang banyak pihak.

Aktivis pro-demokrasi di sejumlah negara Arab, termasuk Libya, terinspirasi oleh pemberontakan di Tunisia dan Mesir yang berhasil menumbangkan pemerintah yang telah berkuasa puluhan tahun. (M014/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011