Yogyakarta (ANTARA News) - Perilaku elit politik saat ini lebih mementingkan citra personal dan partai, daripada melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya meningkatkan kesejahteraan rakyat, kata pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada Arie Sujito.

"Apa yang dilakukan elit politik itu tidak ubahnya dengan perilaku politik palsu. Jika politik palsu terus dibiarkan, demokrasi kian rapuh," katanya di Yogyakarta, Jumat.

Menurut dia, masyarakat hendaknya tidak memilih partai atau pemimpin berdasarkan citra, tetapi atas dasar ideologi. Meskipun untuk membangun politik ideologi tidak semudah membalikkan telapak tangan.

"Hal itu disebabkan lemahnya proses kaderisasi di tingkat partai. Selama politik ideologi tidak dimunculkan, maka pragmatisme akan berjalan terus," katanya.

Ia mengatakan lemahnya kaderisasi partai tidak pernah dibenahi oleh partai. Bahkan, lemahnya kader baru dirasakan oleh partai saat menjaring calon politikus menjelang pemilihan umum (pemilu).

"Partai-partai baru sadar jika tidak mempunyai kader saat menjelang pemilu," kata dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada (UGM) ini.

Menurut dia, minimnya kader militan menjadikan bekas anggota partai lebih mudah berpindah dan berganti partai atau melakukan tindakan kontraproduktif terhadap partainya sendiri.

"Oleh karena itu, tantangan ke depan adalah bagaimana membentuk politik ideologi, bukan politik kufuran atau citra," katanya.

Disinggung mengenai kebiasaan "menggunjing" yang dilakukan para elit politik di televisi, ia mengatakan perilaku "menggunjing" itu mengarah pada pembodohan masyarakat, bukan mencerahkan.

"Wacana kontroversial yang dimunculkan oleh elit politik tidak memberikan pesan yang bermanfaat bagi bangsa, tetapi semakin menjerumuskan. Saat ini elit politik sering membuat kontroversi, padahal seharusnya mereka memberikan pesan rekonsiliasi," katanya. (B015*H010/M008/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011