Perserikatan Bangsa-Bangsa (ANTARA News/Reuters) - Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Ban Ki-moon pada Selasa minta kepala dewan pemberontak Libya memastikan bahwa sarana diplomatik di Tripoli dan tempat lain dilindungi.

"Sekretaris Jenderal menekankan keperluan persatuan bangsa, rujuk dan terbuka serta perlindungan sarana diplomatik," kata juru bicara Perserikatan Bangsa-Bangsa Farhan Haq kepada wartawan.

"Abdel Jalil meyakinkannya bahwa Dewan Peralihan Negara akan menangani masalah itu dengan sungguh-sungguh," katanya. Jalil adalah ketua Dewan Peralihan Negara (NTC).

Haq juga mengatakan bahwa Ban dijadwalkan mengadakan pertemuan di New York pada Jumat untuk membahas keadaan di Libya.

Ban pada Senin menyatakan pertemuan itu mencakup perwakilan keoompok, seperti, Afrika Bersatu, Liga Arab dan Eropa Bersatu.

Haq menyatakan utusan khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk pemulihan pasca-perang di Libya, Ian Martin, di Doha pada Selasa untuk melakukan pembicaraan dengan NTC tentang rencana membangun kembali Libya, dengan badan dunia itu diperkirakan memainkan peran utama.

Cina minta Perserikatan Bangsa-Bangsa memimpin upaya pasca-perang di Libya, kata kementerian luar negeri, saat Beijing menyeru peralihan politik mulus di negara Afrika Utara dilanda kekerasan itu.

Menteri luar negeri China Yang Jiechi juga minta Ban bekerja dengan badan lain di kawasan itu, seperti, Afrika Bersatu dan Liga Arab, untuk memulihkan ketertiban, kata pernyataan pemerintah.

"Perserikatan Bangsa-Bangsa harus memainkan peran utama dalam pengaturan pasca-perang di Libya," kata Yang kepada Ban pada Selasa, menurut pernyataan kementerian luar negeri tersebut.

Pada Rabu, Cina menyeru peralihan kekuasaan di Libya setelah pasukan pemberontak menyerbu gugus Muamar Gaddafi, pertanda kian dekat akhir enam bulan kemelut itu, meski orang kuat Libya tersebut belum ditemukan.

"Cina berharap peralihan kekuasaan di Libya," kata pernyataan juru bicara Cina, Ma Zhaoxu.

"Kami berharap penguasa baru masa depan mengambil langkah seksama untuk mempersatukan unsur berbeda, dengan cepat mengembalikan tatanan sosial dan berusaha memulai pembangunan kembali politik dan ekonomi," katanya.

Pertempuran meletus di Libya pada Februari, mendorong Cina mengungsikan hampir 36.000 warga negaranya dari negara Afrika Utara itu melalui gerakan besar darat, laut dan udara.

Beijing semula menerapkan kebijakan tak campur tangan dalam kemelut itu, tapi kemudian bergeser dan mulai melakukan hubungan dengan pemberontak.

Pada Juni, Yang menjadi tuan rumah pemimpin utama pemberontak Mahmud Jibril di Beijing dan mengakui lawan Libya sebagai "mitra rembuk penting".

Ma pada Rabu menyatakan Cina selalu menganggap penting peran pemberontak Dewan Peralihan Negara dalam "menyelesaikan masalah Libya".

Juru bicara kementerian perdagangan Cina, Shen Danyang, menyatakan Cina bersedia membantu membangun kembali Libya setelah kemelut tersebut.

"Kami juga berharap terus mengembangkan semua jenis kerja sama dengan Libya," katanya.

Menurut pernyataan kementerian sebelumnya, Cina memiliki 50 kegiatan besar bernilai sedikit-dikitnya 18,8 miliar dolar (sekitar 170 triliun rupiah) di Libya.

Kementerian Luar Negeri Iran mendesak Libya melarang campur tangan penjajah pada masa lalu, tapi sekarang berusaha memengaruhi bangsa itu dalam menentukan nasibnya.

Dalam pernyataan pada Selasa, kementerian luar negeri mengucapkan selamat kepada umat Muslim Libya atas kemenangan mereka dan menyatakan tidak ragu bahwa negara penentang penjajah itu dengan tegas dan semangat melindungi kedaulatan bangsanya serta mencegah campur tangan.

(B002/H-AK)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011