Jakarta (ANTARA News) - Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP)menyatakan bahwa Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa (SPPBJ) yang dikeluarkan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dari lelang tender e-KTP di Kementerian Dalam Negeri bertentangan dengan Perpres 54/2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

"Adanya pernyataan resmi dari LKPP ini, menjadi argumentasi hukum yang harus dihormati Kementerian Dalam Negeri," kata Kuasa Hukum Konsorsium Lintas Peruri Solusi , Handika Honggowongso, di Jakarta, Kamis.

Dikatakannya, beberapa bagian proses tender e-KTP yang dinilai LKPP bertentangan dengan Perpres 54 menjadi langkah lanjut untuk menyelidiki tentang berbagai kesalahan Panitia Lelang.

Lebih lanjut Handika mengatakan, surat resmi LKPP bertanggal 23 Agustus 2011 yang ditandatangani oleh Deputi Bidang Hukum dan Penyelesaian Sanggah Djamaludin Abubakar itu menyebutkan, karena PPK menunjuk pemenang tender dalam SPPBJ-nya dalam waktu hanya lima hari setelah diterima jawaban sanggah, maka tindakan PPK tersebut bertentangan dengan pasal 82 ayat 4.

Menurut Handika, LKPP juga menjelaskan bahwa PPK baru boleh mengeluarkan SPPBJ jika memenuhi dua kondisi. Pertama adalah jika tidak ada sanggahan atas proses lelang. Kedua, jika tidak ada Sanggahan Banding setelah Panitia Lelang menjawab sanggahan tersebut.

Ditambah lagi, apabila memang Sanggahan Banding itu tidak diterima maka seharusnya Menteri Dalam Negeri menjawabnya dulu sebelum tetap menerbitkan SPPBJ dua hari sesudah surat Mendagri keluar.

Kenyataannya, lanjut Handika, Panitia Lelang sudah buru-buru mengeluarkan kontrak pada 1 Juli 2011 lalu, tanpa menghiraukan hak penyanggah mendapatkan jawaban dari Mendagri.

Menteri mestinya menjawab Sanggahan Banding dua hari sebelum kontrak diteken atau 29 Juni 2011. Mendagri baru menjawab Sanggahan Banding sesudah kontrak ditandangani PPK.

Untuk penyanggah banding pertama, Menteri baru menjawab pada 6 Juli 2011. Sedangkan untuk konsorsium yang menyanggah lainnya baru mendapatkan jawaban Sanggahan Banding-nya pada 11 Juli.

Sebelumnya, Government Watch (Gowa) melaporkan proses tender pengadaan e-KTP senilai Rp5,9 triliun kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena dinilai terdapat potensi kerugian negara lebih dari satu triliun rupiah.

Gowa me nilai proses pelelangan sejak dari perencanaan, pengajuan anggaran hingga pelaksanaan lelang patut diduga sarat dengan kepentingan pihak tertentu. Semua diarahkan pada pengaturan dukungan pada satu konsorsium perusahaan.

Mendagri Gamawan Fauzi sendiri membantah temuan GOWA, bahkan menegaskan proses tender sudah dijalankan dengan benar dan oleh lembaga terkait, juga diawasi 16 lembaga.

Menurut Gamawan, sejak proses Kemendagri juga sudah melibatkan KPK dan ICW untuk mengawasi pelaksanaan proses tender E-KTP.(*)
(S024)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011