Brussels (ANTARA News/Reuters) - NATO mengakui pesawatnya terbang di atas kota Libya selatan, Bani Walid, pada Sabtu, saat pasukan dewan sementara berusaha merebut benteng Gaddafi itu.

"Yang bisa saya pastikan adalah bahwa pesawat NATO bergerak di daerah tersebut pada saat ini, tapi kami tidak dapat menanggapi kegiatannya," kata pejabat persekutuan pertahanan Atlantik utara itu.

Saksi sebelumnya pada Sabtu melaporkan melihat beberapa serangan udara NATO atas kota itu, yang merupakan salah satu daerah terakhir di negara Afrika utara tersebut masih di bawah kendali mantan pemimpin Muamar Gaddafi.

Sebelumnya, NATO membantah minta pasukan pemberontak keluar dari kota itu agar dapat melancarkan serangan, dengan alasan tidak memburu orang kuat Libya tersebut.

Perdana Menteri Italia Silvio Berlusconi pada Jumat menyatakan pemimpin terguling Moamar Gaddafi dicintai rakyatnya dan pemberontakan di Libya, yang menumbangkannya, bukan perlawanan rakyat.

"Itu bukan pemberontakan rakyat seperti di negara lain Afrika utara, tempat angin kebebasan mulai bertiup," katanya kepada pendukung muda partai Rakyat Bebas-nya, yang berkumpul di Roma.

"Kelompok orang kuat memutuskan memberi hidup kepada zaman baru dengan mengusir Gaddafi," katanya.

Italia adalah bekas penjajah Libya dan menikmati hubungan dekat ekonomi dan diplomatik dengan Gaddafi sebelum kemelut itu dan bergabung dengan gerakan melawan pemimpin tersebut.

Afrika Bersatu mengecam serangan rasis di Libya pada Rabu dan kepala pelaksananya mendesak pemerintah baru pemberontak menjauh dari kekerasan.

Ketua Komisi AU (Uni Afrika) Jean Ping menyatakan banyak anggota Uni Afrika belum mengakui Dewan Transisi Negara (NTC) sebagai pemerintah sah Libya akibat laporan kekerasan benci-hitam.

Mantan pemimpin Libya, orang kuat terguling Muamar Gaddafi, menyewa banyak orang Afrika sub-Sahara untuk angkatan bersenjatanya dan sejak pasukan pemberontak menguasai Tripoli pada bulan lalu, muncul laporan tentang penindasan terhadap warga berkulit hitam.

"Warga berkulit hitam dibunuh. Leher mereka digorok. Mereka dituduh menjadi tentara bayaran. Apakah Anda pikir normal di negara dengan sepertiga warga berkulit hitam, orang hitam dirancukan dengan tentara bayaran?" kata Ping.

Pengamat dunia, seperti, Pengawas Hak Asasi Manusia dan Amnesti Internasional serta lembaga media mendapatkan laporan tentang pendatang Afrika dan penduduk di Libya dibunuh dalam serangan rasis.

"Ada tentara bayaran di Libya. Banyak di antara mereka hitam, tapi tidak hanya berkulit hitam dan tak semua orang hitam tentara bayaran. Kadangkala, jika berkulit putih, mereka menyebut diri penasihat teknis," kata Ping sinis.

Mantan penguasa Gaddafi mempekerjakan tentara bayaran dari Serbia serta Kroasia dan pasukan pemberontak, yang menggulingkannya, didukung petugas dan pasukan khusus dari Prancis dan Inggris, termasuk "beberapa" dari unsur swasta.

Banyak anggota AU bersekutu dengan pemerintah Gaddafi dan beberapa di antaranya marah pada keterlibatan persekutuan pertahanan Atlantik utara NATO dalam penggulingannya, dengan meyakini bahwa masalah Afrika harus diselesaikan orang Afrika.

Ia memperingatkan bahwa pemberontakan itu membuat Libya guncang dan sejumlah besar senjatanya dijarah penjahat dan penyelundup.

Peran beberapa negara anggota NATO membantu pemberontak Libya menggulingkan Moamar Gaddafi menempatkan persekutuan itu dalam keadaan canggung setelah penolakan berulang bahwa kelompok tersebut bekerja sama dengan pemberontak.
(B002/H-AK)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011