Jakarta (ANTARA News) - Konsorsium Lintas Peruri Solusi melaporkan dugaan penipuan yang dilakukan panitia lelang pengadaan elektronik Kartu Tanda Penduduk (E-KTP) yang bernilai Rp5,9 triliun kepada Polda Metro Jaya.

"Ada dugaan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) menyalahgunakan wewenang saat proses masa sanggah," kata pengacara Konsorsium Lintas Peruri Solusi, Handika Honggowongso di Markas Polda Metro Jaya, Selasa.

Handika mengatakan pihaknya melaporkan Ketua Panitia Lelang E-KTP dan pejabat pembuat komitmen, Drajat Wisnu Setiawan dan Sugiarto.

Pengacara itu, menjelaskan pokok permasalahannya, yakni panitia lelang diduga menerima uang Rp50 juta sebagai pada 5 Juli 2011 saat masa sanggah tender dari pihak konsorsium yang memenangkan tender.

Handika mengungkapkan panitia lelang juga menerima surat sanggah banding dan dana Rp50 juta dari konsorsium, padahal PPK sudah menandatangani kontrak dengan konsorsium PNRI sebagai pemenang lelang.

Handika menduga tindakan panitia lelang dan PPK melanggar peraturan, karena sudah menandatangani surat penunjukkan satu pemenang dan kontrak, namun masih menerima surat sanggah banding dan garansi bank dari konsorsium penyanggah dan tanpa memberitahukan kepada dua konsorsium lainnya, yakni Lintas Peruri dan PT Telkom.

"Panitia lelang diduga melanggar Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah," ujar Handika.

Handika menuturkan konsorsium Lintas Peruri Solusi dan PT Telkom memasukkan surat sanggahan, 5 Juli 2011, setiap konsorsium melengkapi jaminan bank senilai Rp50 juta.

Konsorsium Lintas Peruri Solusi juga menduga panitia lelang menggelapkan dana dari Rp50 juta dari setiap konsorsium, karena tidak dimasukkan ke kas negara.

Handika menyatakan seharusnya panitia lelang menolak dan menjelaskan masa sanggah banding sudah selesai, karena PPK telah memperlihatkan surat pemenang tender dari konsorsium PNRI pada 29 Juni 2011 dan tanda tangan kontrak, 1 Juli 2011.

Panitia lelang menunjuk konsorsium PNRI sebagai pemenang tender proyek E-KTP senilai Rp5,9 triliun dengan pagu penawaran Rp5,6 trilun, sedangkan konsorsium Lintas Peruri Solusi mengajukan penawaran Rp4,75 triliun.

Bahkan, Handika menambahkan seharusnya panitia lelang bisa mengefesiensikan nilai proyek pengadaan E-KTP yang diikuti delapan konsorsium sebesar 20 persen.

Handika menegaskan dugaan adanya pelanggaran proses lelang proyek E-KTP juga diperkuat temuan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) dan Indonesia Corruption Watch (ICW).

"LKPP menemukan adanya pelanggaran yang dilakukan panitia lelang, sehingga tender harus diulang," tutur Handika.

Handika juga meminta penyidik mempercepat proses pemeriksaan terhadap Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi sebagai saksi yang menandatangani surat penunjukkan pemenang lelang dan kontrak.

Berdasarkan Laporan Polisi Nomor TBL/3120/IX/2011/PMJ/Ditreskrim-UM, Handika melaporkan Drajat dan Sugiarto dengan Pasal 378 KUHP tentang penipuan juncto Pasal 372 KUHP tentang penggelapan.

Pasal 415 KUHP tentang penyalahgunaan wewenang juncto Pasal 22 juncto Pasal 48 ayat 2 UU No.5/ 99 tentang larangan monopoli dan persaingan tidak sehat, serta Pasal 52 UU Nomor 14/2010 tentang informasi publik.

Pihak pelapor juga menyerahkan barang bukti berupa surat kontrak per 1 Juli 2011, surat jaminan penerimaan uang Rp50 juta dan tiga orang saksi, yakni Direktur Utama Bumi Lestari, Winata Cahyadi dan Arif Yahya dari konsorsium PT Telkom.

(T. T014/S019)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011