Jakarta (ANTARA News) - Pelaksana tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS hingga level Rp.8.705 dikarenakan faktor krisis utang kawasan Eropa yang masih berlanjut.

"Ini karena investor banyak yang khawatir atas kondisi di Eropa dan safe heaven memang masih dolar AS sehingga mereka banyak membeli dolar AS. Itu tentunya berpengaruh terhadap Rupiah," ujarnya di Jakarta, Rabu.

Bambang menegaskan pelemahan ini bukan dikarenakan fundamental perekonomian Indonesia yang saat ini dalam kondisi baik.

"Artinya bukan karena kondisi fundamental perekonomian Indonesia, tapi lebih karena kondisi global dimana investor global ingin menjaga aset mereka dan salah satunya adalah untuk sementara switching dulu ke dolar AS," ujarnya.

Ia tidak dapat memprediksi berapa lama kondisi depresiasi Rupiah terhadap dolar AS berlangsung dan mengharapkan kondisi Eropa dapat segera kondusif.

"Tergantung kondisi di Eropa. Mudah-mudahan zona Euro bisa segera mencari solusi. Karena bukan hanya masalah Yunani, tapi sudah meluas sampai bahkan ke negara seperti Perancis dan Italia," kata Bambang.

Bambang menjelaskan pemerintah dan bank sentral telah menyiapkan manajemen protokol krisis untuk menjaga pasar surat utang negara tetap stabil.

"Mudah-mudahan ini temporer (sementara). Tergantung bagaimana kami menyiasati kondisi terakhir." kata dia.

Sedangkan Dirjen Pengelolaan Utang Rahmat Waluyanto mengatakan saat ini tidak ada pelarian modal yang memicu pelemahan rupiah karena depresiasi terjadi karena adanya kekhawatiran sejumlah bank akan keketatan likuiditas yang mengancam pasar global.

"Itu memang karena kekhawatiran dari beberapa bank tentang kondisi likuiditas yang bakal ketat di seluruh dunia. Lagipula kan dua bank besar di Prancis di-downgrade karena dikhawatirkan kondisi krisis di Eropa memburuk," ujarnya. (ANT/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011