Jakarta (ANTARA News) - Tudingan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang menyebut bahwa anggota DPR RI dari Fraksi PPP Ahmad Yani menduduki kursi "haram" DPR dengan cara penggelembungan suara di daerah pemilihan (Dapil) I Sumatera Selatan dibantah oleh Ahmad Yani.

Menurut Yani, Tambahan suara PPP di Dapil I Sumatera Selatan sebesar 10.417 suara dasarnya adalah Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang keluar sekitar Juni 2009.

"10.417 suara tersebut berasal dari sejumlah Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dimana suara PPP dihilangkan. Jadi benar sekali KPU yang menyebut suara PPP bertambah 10.417 sementara suara partai lain tidak berkurang karena dari awal suara PPP itu dihilangkan di tingkat PPK," kata Yani dalam keterangan persnya di gedung DPR RI, Jakarta, Kamis.

Lebih lanjut Ahmad Yani mengungkap sejumlah PPK yang telah menghilangkan suara PPP, antara lain di PPPK Kecamatan Kemuning Kota Palembang sebesar 800 suara, PPK Banyuasin 1 Kabupaten Banyuasin 3.073 suara, PPK Muara Telang Kabupaten Banyuasin 1.666 suara, PPK Muara Padang Kabupaten Banyuasin 2.000 dan PPK Kecamatan Bulang Tengah Suku Ulu Kabupaten Musirawas 2.878 suara.

"Semua bukti hukum terhadap penghilangan suara itulah yang oleh DPP PPP diajukan ke Mahkamah Konstitusi dan sebagian dari gugatan itu dikabulkan MK melalui Vide Putusan Nomor 80/PHPU.C-VII/2009," ungkap Ahmad Yani.

Bahkan salah seorang petugas PPK di Kecamatan Banyuasin telah dilaporkan ke pihak berwajib pernah jadi tahanan Kepolisian, tapi segera dilepaskan karena itu domainnya Badan Pengawas Pemilu, imbuh Ahmad Yani.

Dengan keluarnya putusan MK itu, Ahmad Yani yang berdasarkan rekapitulasi KPU memperoleh 17.709 suara bertambah 10.417 menjadi 28.126 suara.

"Sementara Usman M Tokan dengan nomor urut 1 memperoleh 20.728 suara," ujar Ahmad Yani.

Putusan MK itu juga berpengaruh terhadap perolehan suara PPP di Dapil I Sumatera Selatan dari semula 68.061 ditambah 10.417 menjadi 78.478 suara.Terakhir Ahmad Yani menyesalkan sikap Komisioner KPU yang tidak pernah hadir selama sidang -sidang gugatan PPP di Mahkamah Konstitusi.

"Meski itu tidak menyalahi konstitusi karena KPU menunjuk pengacara negara dalam hal ini Jaksa, tapi diantara dua instansi ini sangat lemah koordinasinya hingga KPU tidak memiliki progress report perkara di MK dan itu pun secara sengaja dibawa pula dalam rapat dengan Panja Mafia Pemilu Komisi II DPR," tukasnya.(zul)

Pewarta: Zul Sikumbang
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011