Timika (ANTARA News) - Pengurus Unit Kerja Federasi Serikat Pekerja Kimia, Energi dan Pertambangan Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (PUK FSP-KEP SPSI) PT Freeport Indonesia memperkirakan lebih dari 6.000 karyawan perusahaan sudah meninggalkan Tembagapura menuju Timika, Kamis untuk memulai aksi mogok kerja selama sebulan.

Ketua Bidang Organisasi PUK FSP-KEP SPSI PT Freeport, Virgo Solossa kepada wartawan di Timika mengatakan sejak Kamis pagi hingga petang dilakukan mobilisasi karyawan dari Tembagapura ke Timika sebanyak 96 trip dimana setiap bus ditumpangi sekitar 63 orang karyawan.

"Kami perkirakan hari ini karyawan yang turun dari Tembagapura ke Timika sekitar 5.796 orang. Yang lainnya sudah berada di Timika sejak hari Rabu (14/9) sekitar 882 orang. Dengan demikian diperkirakan karyawan yang sudah ada di Timika sebanyak 6.678 orang, belum ditambah dengan karyawan yang bekerja di area dataran rendah," kata Virgo.

Ia mengatakan, mobilisasi karyawan dari Tembagapura menuju Timika masih terus dilakukan hingga Jumat (16/9) lantaran saat ini diperkirakan lebih dari 3.000 karyawan Freeport masih berada di Tembagapura.

"Esok akan ada 50 trip lagi sehingga diperkirakan sekitar 9.000-10.000 karyawan Freeport akan melakukan mogok kerja di Timika," jelas Virgo.

Juru Bicara PUK FSP-KEP SPSI PT Freeport, Julius Parorongan mengatakan sejak Rabu (14/9) malam pukul 24.00 WIT seluruh aktivitas karyawan di areal pertambangan Freeport baik di tambang terbuka Grasberg, tambang bawah tanah, pabrik pengolahan biji Mil 74, pelabuhan kosentrat, BBM dan cargo dok di Portsite Amamapare resmi dihentikan.

Julius memastikan saat ini tidak ada aktivitas yang berarti di areal kerja Freeport karena sebagian besar karyawan sudah berada di Timika. Sesuai kesepakatan bersama antara SPSI dengan Polres Mimika, aktivitas di sejumlah area kerja Freeport hanya diizinkan untuk kegiatan perawatan, bukan untuk kegiatan produksi.

Sesuai ketentuan UU Ketenagakerjaan, katanya, perusahaan dilarang mengganti pekerja yang mogok dengan orang lain.

"Untuk sarana pelayanan publik seperti rumah sakit, penerangan dan lain-lain apalagi yang menyangkut nyawa manusia tidak boleh dihalangi aktivitasnya dan kami memang tidak menghalangi aktivitas mereka," jelas Julius.

Menyangkut lokasi karyawan Freepot melakukan aksi mogok kerja, menurut Julius, sesuai kesepakatan dengan Polres Mimika, aksi mogok kerja akan dipusatkan di Check Point pintu gerbang Kuala Kencana.

Hari ini para koordinator lapangan PUK SPSI PT Freeport membangun tenda terpal di depan Check Point pintu gerbang Kuala Kencana.

"Dalam surat kesepakatan antara PUK SPSI dengan Polres Mimika disebutkan bahwa aksi mogok kerja karyawan Freeport tidak bisa dilakukan di Alun-alun Kuala Kencana dengan pertimbangan di sana terdapat banyak bangunan dan kantor sehingga dikhawatirkan bisa ditunggangi pihak ke tiga," jelas Julius.

Selain memasang tenda terpal, karyawan Freeport yang mulai menggelar aksi mogok kerja di Check Point pintu gerbang Kuala Kencana juga menggelar ibadah secara bergiliran dari kelompok Nasarani dan Muslim.


Tidak Sah

Sebelumnya, manajemen PT Freeport Indonesia menyatakan sangat kecewa dengan keputusan PUK FSP-KEP SPSI perusahaan itu yang menggagas aksi mogok kerja ribuan karyawan mulai hari Kamis, 15 September 2011.

Juru Bicara PT Freeport Indonesia, Ramdani Sirait kepada ANTARA di Timika, Kamis mengatakan aksi mogok kerja yang dilakukan ribuan karyawan Freeport kali ini tidak sah.

"Manajemen PT Freeport Indonesia kecewa karena PUK FSP KEP SPSI memutuskan untuk melakukan pemogokan yang tidak sah," ujar Ramdani.

Ia mengatakan, saat perundingan untuk membahas Perjanjian Kerja Bersama (PKB) XVII periode 2011-2013 yang dimulai 20 Juli 2011, manajemen Freeport selalu berupaya melakukan perundingan dengan itikad baik demi tercapainya suatu kesepakatan yang adil dan wajar.

"Kami telah mengutarakan keinginan kami agar perundingan dapat dilanjutkan dan diselesaikan tepat pada waktunya," tutur Ramdani.

Ia menegaskan, berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 48/MEN/IV/2004, jika perundingan tidak selesai dalam waktu yang disepakati maka para pihak dapat menambah waktu perundingan selama maksimal 30 hari.

Menurut Ramdani, selama perundingan berlangsung di Hotel Rimba Papua Timika, manajemen Freeport telah menawarkan paket terbaik untuk meningkatkan kesejahteraan karyawan perusahaan itu.  (E015/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011