Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah harus mengevaluasi pengelolaan alokasi dana otonomi khusus (otsus) dan dana dekonsentrasi yang dilimpahkan pemerintah pusat kepada Gubernur Papua dan Papua Barat karena tata cara penggunaan dana yang nilainya triliunan rupiah itu tidak tepat sasaran.

Hal itu dikemukakan Sofia Maipauw, anggota Komite IV Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal Papua Barat, saat menyampaikannya laporan hasil kunjungan kerja Tim Kerja Aspirasi Masyarakat Daerah (Timja Asmasda) Komite IV DPD di Papua Barat, demikian siaran pers DPD RI yang diterima ANTARA di Jakarta, Kamis.

Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua, ujarnya, pemerintah membangun Papua melalui kebijakan desentralisasi fiskal dan pendekatan kesejahteraan. Alokasi dana otsus meningkat dari tahun ke tahun.

Dana dekonsentrasi melalui kementerian/lembaga juga meningkat setelah presiden mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2007 tentang Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat.

"Inpres adalah `new deal for Papua` untuk mengoptimalkan pelaksanaan otsus, khususnya di sektor pendidikan, kesehatan, pertanian, infrastruktur, serta perlakuan khusus (affirmative policy) untuk infrastruktur dan putera-putera asli Papua," ujarnya.

Pemerintah menganggarkan dana otsus dan dana penyesuaian Rp49,3 triliun tahun 2011. Jumlahnya bertambah Rp19,1 triliun, atau 63,2 persen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) tahun 2010, yaitu Rp30,2 triliun. Alokasinya terdiri atas dana otsus Rp10,3 triliun dan dana penyesuaian Rp39 triliun.

Dana otsus masing-masing untuk Papua Rp3,1 triliun, Papua Barat Rp1,3 triliun, dan Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) Rp4,4 triliun. Selain dana otsus, kepada Provinsi Papua dan Papua Barat dialokasikan dana tambahan infrastruktur Rp1,4 triliun. Jumlahnya bertambah Rp17,9 triliun, atau 84,4 persen APBN-P 2010, yaitu Rp21,2 triliun.

Pertambahan dana penyesuaian terutama karena pengalihan dana Biaya Operasional Sekolah (BOS) Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas) menjadi dana transfer Rp 16,8 triliun dan dana tunjangan profesi guru pegawai negeri sipil (PNS) daerah. Presiden menyatakannya saat penyampaian nota keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2011 di Gedung MPR/DPR/DPD tanggal 16 Agustus 2010.

Menurut Sofia, sesungguhnya yang mengetahui kebutuhan di daerah adalah masyarakat daerah dan pemerintah daerah. Persoalannya, penganggaran dana otsus dan dana dekonsentrasi ditetapkan pemerintah pusat. Sebaiknya penganggaran dana otsus disertai regulasi pemerintah pusat sedangkan penganggaran dana dekonsentrasi melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

"Dana otsus tidak ada perangkat aturannya dari pemerintah pusat. Akibatnya, uang dibagikan saja sesuka hati gubernur, sesuka hati ke mana-mana. BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) kesulitan melakukan audit," ujarnya.

(T.D011/Z002)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011