PBB, New York (ANTARA News) - Indonesia terus membantu upaya Palestina memperoleh keanggotaan di Perserikatan Bangsa-Bangsa dan akan terus mengawasi perkembangan hari-hari mendatang menyangkut upaya tersebut, kata Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa di Markas Besar PBB, New York, Senin.

Sementara itu, di tengah ancaman Amerika Serikat untuk menggunakan hak veto di Dewan Keamanan, Palestina pada hari yang sama telah menyatakan secara resmi akan mengajukan permohonan keanggotaan PBB pada Jumat (23/9).

"Kita semangatnya akan mencari semua peluang yang ada agar memastikan upaya Palestina untuk memperoleh keanggotaan di PBB -kalau itu yang memang dikehendaki bangsa Palestina- memperoleh dukungan masyarakat internasional," kata Marty.

Menlu Marty berbicara setelah bertemu dengan rekan sejawatnya dari Kazakhstan, Yerzhan Kazykhanov, di sela-sela rangkaian Sidang Majelis Umum (SMU) ke-66 PBB.

Ia menyiratkan bahwa lobi-lobi kepada berbagai negara agar mendukung keinginan Palestina terus dilancarkan Indonesia di berbagai level.

"Upaya kita bukan saja secara nasional, tapi juga bergerak di kerangka OKI (Organisasi Kerjasama Islam), GNB (Gerakan Non-Blok) dan multilateral," katanya.

Dalam pertemuan dengan Menlu Kazakhstan sebagai Ketua OKI pada tingkat menteri luar negeri pada saat ini, Marty mengatakan, "Kami juga menyampaikan bahwa OKI yang selama ini telah menunjukkan keberpihakan kepada Palestina, harus menunjukkan relevansinya dalam proses Palestina di PBB ini."

Marty dijadwalkan melakukan pertemuan dengan para menteri Komite Palestina GNB pada Kamis (22/9) selain pertemuan para menteri luar negeri negara-negara OKI keesokan harinya.

Presiden Palestina Mahmud Abbas pada Senin bertemu dengan Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon untuk menyatakan niat bahwa pihaknya pada Jumat ini akan mengajukan surat permohonan Palestina menjadi negara anggota PBB dengan status penuh.

Berdasarkan Piagam PBB, setelah menerima surat permohonan menjadi anggota penuh PBB, Sekjen akan mempelajari permohonan tersebut dan mengirimkan permohonan ke Dewan Keamanan PBB dan Majelis Umum PBB.

Permohonan harus disetujui Dewan Keamanan melalui sebuah resolusi, yang bisa disahkan jika mendapat dukungan minimal sembilan dari 15 anggota DK PBB serta tidak mendapat `veto` (penolakan) dari salah satu anggota tetap DK PBB.

Jika resolusi disahkan, Dewan Keamanan akan menyerahkan rekomendasi kepada ke Majelis Umum --saat ini beranggotakan 193 negara. Berdasarkan rekomendasi dari DK-PBB, Majelis Umum akan melakukan pemungutan suara guna menentukan apakah permohonan Palestina itu menjadi anggota penuh PBB bisa terwujud.

Masalah besar akan muncul di tingkat Dewan Keamanan karena salah satu negara anggota tetap DK-PBB, yaitu Amerika Serikat yang merupakan sekutu kuat Israel, sejak jauh-jauh hari telah mengancam akan menggunakan hak veto terhadap upaya Palestina dengan dalih bahwa status Palestina sebagai negara hanya dapat dibentuk melalui perundingan.

Di tengah tekanan soal kemungkinan veto dari AS --yang akan menggagalkan permohonan Palestina sebagai negara anggota penuh PBB, Menlu Mahmud Abbas menyiratkan pihaknya pada saat-saat terakhir bisa saja mengubah keputusan, yaitu mengajukan permohonan ke Majelis Umum untuk menjadi negara pengamat non-anggota PBB.

Berbagai pihak melihat peluanng Palestina menjadi negara pengamat non-anggota PBB saat ini jauh lebih besar dibandingkan status negara anggota penuh --yang kemungkinan besar akan terhadang oleh veto AS.

Mahmud Abbas akan mengumumkan pilihan Palestina tersebut saat menyampaikan pidato pada Sidang Majelis Umum pada Jumat ini.

"Kalau masalahnya dibawa ke Dewan Keamanan, yang pertama harus dicapai oleh Palestina adalah dukungan sembilan negara anggota DK, karena veto hanya akan digunakan kalau sudah ada lebih dari 9 dukungan. Jadi target pertama adalah sembilan dari 15 anggota. Kalau itu sudah dicapai, baru tentu sambil diupayakan agar jangan sampai diveto," kata Marty saat menjawab pertanyaan pilihan mana yang lebih realistis bagi Palestina menyangkut permohonan sebagai negara anggota PBB.

"Tapi seandainya diveto, ya akan kita lihat bagaimana maknanya. Yang pasti, sekali lagi kita menekankan ke semua pihak, termasuk kepada Quartet (mediator perundingan Palestina-Israel: AS, PBB, Uni Eropa dan Rusia, red) bahwa langkah Palestina ini bukan sesuatu yang tidak bersahabat kepada proses perundingan, justru maksudnya untuk mendorong proses perundingan," tambahnya.


Kontra-terorisme dan Penyakit Tidak Menular

Selain melakukan pertemuan bilateral dengan Menlu Kazakhstan dan menteri luar negeri dari beberapa negara lainnya, Menlu Marty Natalegawa pada Senin menghadiri beberapa agenda utama SMU ke-66 PBB, antara lain pertemuan tingkat tinggi PBB tentang pencegahan dan penanggulangan penyakit tidak menular (NCDs) serta simposium yang digelar Sekjen PBB tentang kerjasama internasional melawan terorisme.

Marty, yang diberi kesempatan berbicara dalam sesi pembukaan Symposium on Counter-terrorism Cooperation bersama PM Bangladesh, Menlu Arab Saudi, Menlu Spanyol dan Jaksa Agung AS, menawarkan empat pemikiran Indonesia dalam upaya melawan terorisme.

Pertama, ujarnya, upaya di tingkat global yang harus mendapat dukungan dari tingkat nasional dan regional.

Kedua, dalam memerangi terorisme diperlukan strategi bersifat multidimensi dan saling terkait untuk mengatasi akar permasalahan yang multi dimensi.

Ketiga, agar dapat mengatasi terorisme secara efektif, diperlukan strategi jangka panjang dengan lebih memanfaatkan `soft power`.

"Masalah terorisme adalah bagaimana memenangi perang hati dan pikiran. Dengan demikian, kita perlu memperkuat kebebasan, pluralisme dan tolerasi," ujar Marty.

Keempat, upaya-upaya di tingkat global, regional dan nasional harus tetap dalam koridor demokrasi, mematuhi hukum dan HAM.

Dalam diskusi dengan media massa yang digelar di Markas Besar PBB pada Senin siang oleh Counter-Terrorism Impelementation Task Force (CTITF) --gugus tugas yang dibentuk Sekjen PBB, Kepala CTITF Robert Orr menyebut bahwa Indonesia adalah contoh negara yang berhasil mencegah dan menangani terorisme dengan cara-cara yang lebih halus, yaitu dengan menjalankan demokrasi.

Diskusi tersebut menampilan sejumlah pembicara, antara lain Menlu Marty, Menlu Norwegia Jonas Gahr Store, General Counsel INTERPOL Joel Sollier, Koordinator Tim Monitoring Komite Sanksi Al Qaida dan Taliban Richard Barrett dan Direktur Pusat Penelitian Kejahatan dan Hukum Antar-kawasan PBB (UNICRI) Jonathan Lucas.

Saat menjawab pertanyaan di forum tersebut, Marty selain menerangkan sejumlah inisiatif kerjasama penangan terorisme yang telah dilakukan Indonesia, juga menekankan bahwa Indonesia berhasil melawan terorisme melalui cara-cara yang lebih demokratis serta berkelanjutan, termasuk melalui upaya-upaya penegakan hukum dan memajukan nilai-nilai toleransi di kalangan masyarakat.

Sementara itu, dalam pertemuan tingkat tinggi (HLM) NCDs, Menlu Marty berbicara atas nama Indonesia dan ASEAN.

Dalam kesempatan itu ia menekankan bahwa komitmen politik yang kuat sangat diperlukan masyarakat internasional dalam melakukan langkah bersama mengatasi tantangan penyakit tidak menular.

Ia mengingatkan bahwa laporan WHO tahun 2010 menunjukkan angka kematian akibat penyakit tidak menular telah mencapai 36,1 juta pada tahun 2008 dan diperkirkan akan meningkat 17 prosen pada dasawarsa berikutnya.

Di kawasan Asia Tenggara sendiri, kematian yang disebabkan oleh penyakit tidak menular dikhawatirkan meningkat dari 2,6 juta menjadi 4,2 juta.

Marty mengungkapkan saat ini ASEAN menekankan empat langkah untuk menekan penyakit tidak menular, yaitu memperkuat sistem dan infrastruktur kesehatan; memperkuat kebijakan nasional dalam bidang kesehatan dan mempercepat berbagai program dalam kontrol industri rokok; memperkuat kemitraan dalam bidang kesehatan; serta memastikan keterlibatan dan kerjasama seluruh pemangku kepentingan.

Secara nasional, ujarnya, Indonesia memprioritaskan pada upaya menekan faktor-faktor penyebab penyakit tidak menular, yaitu kebiasaan merokok, minuman keras, pola makan tidak sehat serta kurangnya kegiatan fisik.

HLM NCDS itu juga dihadiri oleh Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih dan Utusan Khusus Presiden untuk Millenium Development Goals (MDGs), Nila Moeloek.  (TNY/M016)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011