Sanaa (ANTARA News) - Pipa ekspor minyak utama Yaman diledakkan Kamis di daerah Wadi Obeida, sebelah timur Sanaa, kata seorang pemimpin suku kepada AFP, namun ia mengesampingkan Al-Qaida sebagai pelaku serangan itu.

"Pipa minyak tersebut disabotase sekitar pukul 17.00 (pukul 21.00 WIB) dan ledakan itu menimbulkan lubang di pipa dan mengakibatkan kebakaran," kata Syeikh Mohsen Mabkut bin Mayili, seorang pemimpin suku di provinsi Marib.

Menurut Mayili, serangan itu mungkin dilakukan oleh orang-orang suku yang menuntut konsesi dari pemerintah, bukan oleh Al-Qaida.

Serangan itu merupakan aksi sabotase keenam tahun ini terhadap pipa minyak di terminal Ras Issa di kawasan Laut Merah, katanya.

Sekitar 125.000 barel minyak per hari biasanya mengalir melalui pipa saluran itu, yang merupakan porsi besar dari ekspor minyak Yaman.

Pemboman pipa minyak itu dilakukan di tengah meningkatnya bentrokan-bentrokan antara kelompok militan dan pasukan pemerintah, khususnya di Yaman selatan.

Rabu, enam orang tewas dalam bentrokan antara gerilyawan Al-Qaida dan milisi pro-pemerintah di daerah sebelah timur kota Aden, Yaman selatan.

"Milisi yang mendukung militer menyerang sebuah kantor pemerintah di Zinjibar (ibu kota provinsi Abyan), menewaskan empat militan Al-Qaida, termasuk seorang dokter Pakistan," kata satu sumber suku.

Dua penyerang terluka dalam bentrokan itu, tambahnya.

Dalam insiden terpisah, sebuah bom yang dipasang militan Al-Qaida meledak di dekat pos pemeriksaan di kota berdekatan Loder yang didirikan oleh komite lokal yang membantu pemerintah memerangi gerilyawan tersebut, kata satu sumber suku lain.

Dua anggota komite itu tewas dan sembilan orang cedera, tambah sumber itu.

Zinjibar, ibu kota provinsi bergolak Abyan, dan sedikitnya tiga kota lain di wilayah itu dikuasai militan sejak Mei.

Sejak protes anti-pemerintah meletus di Yaman pada akhir Januari, militan memanfaatkan melemahnya kekuasaan pusat dengan membangun pangkalan di sejumlah provinsi selatan.

Pasukan keamanan Yaman selama beberapa pekan ini memerangi kelompok orang bersenjata yang dituduh sebagai anggota Al-Qaida di Abyan, Yaman selatan, khususnya di ibu kota provinsi itu, Zinjibar, yang sebagian besar dikuasai oleh militan sejak Mei.

Kekerasan menewaskan ratusan prajurit sejak militan bersenjata yang menamakan diri "Pengikut Sharia" menguasai sebagian besar Zinjibar, ibu kota provinsi Abyan, pada 29 Mei.

Para pejabat keamanan mengatakan bahwa militan itu adalah Al-Qaida, namun oposisi politik menuduh pemerintah Presiden Ali Abdullah Saleh mengada-ada tentang ancaman jihad dengan tujuan menangkal tekanan Barat terhadap kekuasaannya yang telah berlangsung 33 tahun.

Pertempuran di Abyan itu berlangsung ketika protes massal yang menuntut pengunduran diri Presiden Ali Abdullah Saleh memasuki bulan kesembilan, yang melumpuhkan sejumlah kota dan mendorong negara itu ke dalam ketidakpastian politik.

Saleh, yang berada di sebuah rumah sakit di Arab Saudi sejak Juni setelah ia cedera dalam serangan bom terhadap istananya di Sanaa, kembali ke Yaman pada 23 September dengan menjanjikan perdamaian.

Demonstrasi di Yaman sejak akhir Januari yang menuntut pengunduran diri Saleh telah menewaskan ratusan orang.

Dengan jumlah kematian yang terus meningkat, Saleh, sekutu lama Washington dalam perang melawan Al-Qaeda, kehilangan dukungan AS.

Pemerintah AS mengambil bagian dalam upaya-upaya untuk merundingkan pengunduran diri Saleh dan penyerahan kekuasaan sementara, menurut sebuah laporan di New York Times.

Para pejabat AS menganggap posisi Saleh tidak bisa lagi dipertahankan karena protes yang meluas dan ia harus meninggalkan kursi presiden, kata laporan itu.

Meski demikian, Washington memperingatkan bahwa jatuhnya Saleh selaku sekutu utama AS dalam perang melawan Al-Qaeda akan menimbulkan "ancaman nyata" bagi AS.

Yaman adalah negara leluhur almarhum pemimpin Al-Qaida Osama bin Laden dan hingga kini masih menghadapi kekerasan separatis di wilayah utara dan selatan.

Yaman Utara dan Yaman Selatan secara resmi bersatu membentuk Republik Yaman pada 1990 namun banyak pihak di wilayah selatan, yang menjadi tempat sebagian besar minyak Yaman, mengatakan bahwa orang utara menggunakan penyatuan itu untuk menguasai sumber-sumber alam dan mendiskriminasi mereka.

Negara-negara Barat, khususnya AS, semakin khawatir atas ancaman ekstrimisme di Yaman, termasuk kegiatan Al-Qaida di Semenanjung Arab (AQAP).

Negara-negara Barat dan Arab Saudi, tetangga Yaman, khawatir negara itu akan gagal dan Al-Qaida memanfaatkan kekacauan yang terjadi untuk memperkuat cengkeraman mereka di negara Arab miskin itu dan mengubahnya menjadi tempat peluncuran untuk serangan-serangan lebih lanjut. (M014)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011