... kenapa perjanjian yang dibuat pada 1978 tersebut tidak berpatokan dengan peta-peta lama, baik itu peta yang dibuat oleh Kerajaan Sambas maupun peta perjanjian yang di buat oleh Inggris dan Belanda pada masa penjajahan...
Pontianak (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Abdul Hakam Naja, meminta pemerintah untuk melakukan kaji ulang batas negara sesuai hasil penelusurannya terhadap patok batas negara di Dusun Camar Bulan, Kabupaten Sambas.

"Dari hasil kunjungan kita, Patok A104 atau yang dikenal dengan daerah Camar Bulan tidak terjadi pergeseran tapal batas negara, jika merujuk pada MoU tapal batas negara yang dibuat oleh tim tapal batas Bangsa Indonesia dan Malaysia pada 1978," kata Wakil Ketua Komisi II, DPR RI, Abdul Hakam Naja, di Pontianak, Sabtu malam.

Meski demikian, berdasarkan informasi yang didapat dari salah satu anggota Wandra yang bertugas di sana, mereka menemukan adanya patahan tapal batas yang berada sekitar tiga kilometer dari titik patok yang sebenarnya.

"Jadi, patahan tersebut berpindah ke wilayah Malaysia sejauh kurang lebih tiga kilometer, namun hal itu adalah patahan patok, bukan patoknya yang bergeser, karena setelah kita ukur dengan lima alat ukur dan menggunakan GPS, ternyata koordinat asal patok tersebut tidak berubah, jika kita mengikuti acuan MoU batas negara 1978," katanya.

Hanya saja, dia mempertanyakan kenapa perjanjian yang dibuat pada 1978 tersebut tidak berpatokan dengan peta-peta lama, baik itu peta yang dibuat oleh Kerajaan Sambas maupun peta perjanjian yang di buat oleh Inggris dan Belanda pada masa penjajahan.

"Untuk itu, pada hari Senin (17/10), kita akan melakukan pertemuan dengan Kementerian Dalam Negeri, BPNPB, Kemenhan, serta beberapa pihak lainnya. Kita akan mencari tahu, kenapa pada 1978, perbatasan negara menggunakan titik-titik tersebut," tuturnya.

Dia menyatakan, jika dibandingkan dengan peta yang dikeluarkan dalam perjanjian yang dibuat oleh Kerajaan Inggris yang menjajah Malaysia dan Kerajaan Belanda yang menjajah Indonesia, dengan titik batas negara yang dibuat berdasarkan MoU 1978, ada perbedaan luas wilayah sekitar 1.499 hektare di Camar Bulan tersebut.

Naja menjelaskan, dalam penentuan tapal batas negara biasanya menggunakan sistem Water Resist, yang dengan menggunakan sistem tersebut, jika ada air yang jatuh di batas negara, maka air tersebut akan mengalir ke masing-masing negara. Untuk daerah Camar Bulan, Water Resist tersebut seharusnya berada di atas bukit.

Namun, berdasarkan peninjauan yang dilakukannya, pihaknya menemukan Water Resist justru berada di punggung bukit. Hal itu juga akan didalami oleh Komisi II, pada hari Senin (17/10).

"Bagi kami, ini sangat menarik, dan itu akan kita dalami nantinya bersama Kementerian dan pihak terkait. Selain itu kita juga baru mengetahui, ternyata saat melakukan MoU tentang batas negara tahun 1978, dari pihak Indonesia diwakili Sekjen Pertanian, bukan Menlu, itu juga akan kita gali nantinya," kata dia.

Dia juga mengatakan, berdasarkan MoU antara Indonesia dan Malaysia tentang batas negara tahun 1978, dari pihak Indonesia masih menyisakan 10 permasalahan yang belum disepakati, sementara dari pihak Malaysia juga masih menyisakan sembilan masalah.

"Jadi, MoU tersebut sifatnya belum final dan artinya batas negara antara Indonesia dan Malaysia di Camar Bulan masih bisa dilakukan peninjauan," tuturnya, menegaskan.  (ANT-171)

Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2011