Medan (ANTARA News) - Sebanyak 17 nelayan asal Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara, tiba di Bandar Udara Polonia Medan, Selasa, sekitar pukul 18.30 WIB setelah menjalani penahanan selama dua bulan di Malaysia.

Ke-17 nelayan itu tiba dengan pesawat Air Asia dengan nomor penerbangan AKA 5837 setelah diterbangkan dari Penang, Malaysia.

Ke-17 nelayan tersebut disambut Menteri Kelautan dan Perikanan Cicip Sutardjo, Pelaksana Tugas Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho, Sekdakab Langkat Surya Djahisa, dan Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Sumut Syah Afandin.

Nelayan yang berasal dari Desa Sei Bilah, Kecamatan Sei Lepan itu adalah Mukhlis, Samsudi, Hermansyah Putra, M Rio, Andi, Julpian, Ridwan, Sahrial, Safrizal, M Ridwan, Zulham, Lana, Iqbal Rinanda, Ervan, M Reza, Mislan, dan Bambang Kurniawan.

Para nelayan tradisional tersebut ditangkap Polisi Diraja Malaysis sejak 14 September 2011 karena dianggap memasuki wilayah perairan negara tersebut.

Menteri Kelautan dan Perikanan Cicip Sutardjo mengatakan, pengembalian nelayan yang ditahan di Malaysia itu merupakan untuk pertama kali sehingga pihaknya ingin bertemu langsung.

Sesuai dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 16 Tahun 2010, pihaknya memberikan advokasi terhadap nelayan yang ditangkap tersebut.

Selain 17 nelayan yang telah dibebaskan, pihaknya mendapatkan informasi tentang adanya dua lagi nelayan Langkat yang sedang difasilitasi pembebasannya.

"Jadi, tinggal empat lagi nelayan Langkat yang perlu diadvokasi," katanya sambil menegaskan tidak ada barter dalam pengembalian nelayan Langkat tersebut.

Berdasarkan data yang ada di Kementerian Kelautan dan Perikanan, terdapat 57 nelayan dari berbagai daerah di Indonesia yang menjalani penahanan di Malaysia.

Bersama Kementerian Luar Negeri, pihaknya akan berupaya mencari jalan keluar untuk pembebasannya, sekaligus mencari alternatif agar peristiwa itu tidak terjadi lagi.

Pihaknya akan mencari standar operasi prosedur (SOP) agar pemerintah Malaysia dapat memberikan keringanan hukuman supaya sanksi yang diterima nelayan Indonesia tidak sama dengan pelaku kriminal seperti perompak dan teroris.

Hal itu disebabkan nelayan Indonesia yang ditahan tersebut merupakan nelayan tradisional yang tidak memiliki peralatan yang memadai.

"Terkadang mereka tidak sadar kalau melewati perbatasan negara,"

Upaya untuk menyelesaikan permasalahan nelayan itu akan dilakukan secepat mungkin melalui koordinasi dengan Kementerian Luar Negeri sebagai instansi yang paling berwenang di sektor tersebut.

"Insya Allah, tahun ini akan dilakukan," kata Wakil Ketua Umum Partai Golkar itu.

(T.I023/M034)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011