Jakarta (ANTARA News) - Kesehatan merupakan aspek penting dari hak asasi manusia (HAM), sebagaimana disebutkan dalam Deklarasi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tertanggal 10  November 1948 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak atas taraf kehidupan yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya sendiri dan keluarganya.
     
Di sisi lain, Konvensi International tentang Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya yang ditetapkan PBB pada tahun 1966 juga mengakui hak setiap orang untuk menikmati standar  tertinggi yang dapat dicapai dalam kesehatan fisik dan mentalnya.

Sebagai hak asasi manusia, maka hak kesehatan adalah hak yang melekat pada seseorang karena kelahirannya sebagai manusia, bukan karena pemberian seseorang atau negara, dan oleh sebab itu tentu saja tidak dapat dicabut dan dilanggar oleh siapa pun.

Sehat itu sendiri tidak hanya sekadar bebas dari penyakit, tetapi adalah kondisi sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara ekonomis. Maka, sesuai dengan norma HAM, negara berkewajiban untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak-hak asasi kesehatan tersebut.    

Kewajiban menghormati hak-hak asasi itu, antara lain dilakukan dengan cara  menciptakan persamaan akses pelayanan kesehatan, mencegah tindakan-tindakan yang dapat menurunkan status kesehatan masyarakat, melakukan langka-langkah legislasi yang dapat menjamin perlindungan kesehatan masyarakat, dan membuat kebijakan kesehatan, serta  menyediakan anggaran dan jasa-jasa pelayanan kesehatan yang layak dan memadai untuk seluruh masyarakat.

Hak atas kesehatan ini bermakna bahwa pemerintah harus menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap individu untuk hidup sehat, dan ini berarti pemerintah harus menyediakan sarana pelayanan kesehatan yang memadai dan pelayanan kesehatan yang terjangkau untuk semua.
 
Pelayanan kesehatan dimaksud meliputi akses terhadap jasa pelayanan kesehatan dan perawatan kesehatan yang penting, seperti akses terhadap air bersih, nutrisi, imunisasi, perumahan yang sehat, sanitasi, lingkungan dan tempat kerja yang sehat, pendidikan, dan akses terhadap informasi terkait kesehatan.

Dalam upaya pemenuhan kesehatan sebagai hak asasi manusia, maka pemerintah yang mempunyai tugas dan kewenangan untuk menyejahterakan warga negara mempunyai kewajiban untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak-hak tersebut.

Aspek kesehatan ini harus dijadikan pertimbangan penting dalam setiap kebijakan pembangunan. Salah satu bentuk implementasinya adalah kewajiban pemerintah untuk menyediakan anggaran memadai untuk pembangunan kesehatan yang melibatkan masyarakat luas.

Program Imunisasi Nasional

 Sementara itu dasar hukum konstitusi,  yakni Pasal 28 UUD 1945 dan  UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah serta UU No. 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah, dikaitkan dengan PP No. 65/2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal Kabupaten/Kota dan PP No. 38/2007 tentang Pembagian Urusan Bidang Kesehatan menempatkan imunisasi sebagai urusan bersama Pusat-Daerah dalam komponen utama layanan pencegahan dan pemberantasan penyakit.

 Dalam konteks kesehatan sebagai HAM, pelaksanaan imunisasi sebagai program pemerintah mencakup dimensi ketersediaan dan kualitas (seperti bahan baku mutu vaksinnya) serta menjamin aksesibilitas program yang nondiskriminatif hingga ke daerah terpencil sekali pun, selain juga terjangkau oleh keuangan rakyat yang diwakili Pemda setempat.

Sementara itu, dalam Permenkes No. 741/2008 disebutkan bahwa setiap kabupaten/kota harus menargetkan cakupan universal imunisasi anak sebanyak seratus prosen, dan keberhasilan imunisasi merupakan prestasi bersama ketika Kementrian Kesehatan mampu menyediakan vaksin secara memadai, sementara pemerintah provinsi menyediakan transportasi dan penyimpanannya, sedangkan pemerintah kabupaten/kota mengurus pelatihan tenaga kesehatan dan pelaksanaan vaksinasinya.
 
Pada sisi lain, pelaksanaan program imunisasi merupakan kewajiban pemerintah dalam rangka menyehatkan bangsa, sebagaimana disebutkan pada Pasal 6, 7, dan 8 UU No. 23/1992 tentang Kesehatan yang diaktualkan dengan Perpres No. 7/2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Bidang Kesehatan dan MDG’s (Millenium Development Goals).

Dengan demikian, hak rakyat bertaut dengan kewajiban pemerintah yang memiliki konsekuensi hukum. Dalam kaitan ini hak rakyat menyangkut imunisasi publik atau massal yang dikenal sebagai Program Pengembangan Imunisasi (PPI), seperti imunisasi untuk mencegah BCG, DPT, polio, hepatitis B, dan Campak.

Peran Bio Farma

Dalam kaitan dengan program imunisasi, pertanyaan yang kemudian muncul adalah, bagaimana peran PT Bio Farma (Persero)? Sebagai BUMN, kepemilikan Bio Farma 100 persen tetap harus berada di tangan pemerintah. Ini artinya pemerintah maupun Kementerian Kesehatan tidak akan menjadikan perusahaan ini “go public”, semata-mata dimaksudkan untuk menjaga tujuan utama Bio Farma, yaitu mendukung program imunisasi nasional.

"Jadi, kita diwajibkan menyuplai seluruh vaksin untuk kepentingan imunisasi dasar sebagai program nasional," kata M. Rahman Rustan, Corporate Secretary PT Bio Farma (Persero) di Bandung belum lama ini.

Menurut Rahman, bisnis yang dilakukan Bio Farma berbeda dengan bisnis farmasi pada umumnya. Kalau perusahaan farmasi memproduksi obat-obatan,  Bio Farma memproduksi vaksin untuk mencegah penyakit, yaitu vaksin yang termasuk program PPI (BCG, Polio, Campak, DPT, dan Hepatitis B) dan bukan untuk kepentingan mengobati.

Tugas utama Bio Farma adalah mendukung program imunisasi nasional yang dilakukan pemerintah melalui Kementerian Kesehatan. Dengan begitu, vaksin untuk kepentingan imunisasi-imunisasi dasar di seluruh Puskesmas di Tanah Air diproduksi oleh Bio Farma.

"Kalau nanti sahamnya milik swasta, maka pemegang saham bisa menentukan agar Bio Farma memproduksi vaksin-vaksin lain. Ini yang harus kita jaga agar jangan sampai Bio Farma mengabaikan progam imunisasi nasional," kata Rahman sambil menambahkan bahwa Bio Farma menyuplai vaksin untuk program imunisasi nasional dengan target sebanyak lima juta bayi per tahun dan 27,6 juta anak usia sekolah per tahun serta 15 juta wanita usia subur per tahun.

Bio Farma merupakan  salah satu di antara 200 produsen vaksin di dunia, dan perusahaan itu merupakan salah satu dari 30 produsen vaksin di dunia yang telah mendapatkan Prakualifikasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO Praqualification). Sejak memiliki Prakualifikasi WHO inilah Bio Farma mulai melakukan ekspansi pada tahun 1997 dengan mengirimkan produk-produknya ke pasar internasional. Saat ini perusahaan itu telah mengekspor vaksin ke 130 negara di berbagai belahan dunia.

Dengan demikian, peranan Bio Farma sebagai penyedia vaksin untuk pemenuhan program imunisasi nasional merupakan pilar penegakan HAM di bidang kesehatansehingga setiap warga negara di Tanah Air mempunyai kehidupan yang layak dan sehat sebagaimana diamanatkan oleh Deklarasi HAM Perserikatan Bangsa Bangsa.

*Penulis, karyawan Bagian Produksi Vaksin Polio PT Bio Farma (Persero) Bandung sejak 1994.

Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2011