Jakarta (ANTARA News) - Vaksin difteri. Anti-toksin difteria pertama kali digunakan pada 1891 dan mulai dibuat massal pada 1892. Anti-toksin difteria ini terutama digunakan sebagai pengobatan dan efektifitasnya sebagai pencegahan diragukan.

Pemberian anti-toksin dini sangat mempengaruhi angka kematian akibat difteria. Kemudian dikembangkanlah toksoid difteria yang ternyata efektif dalam pencegahan timbulnya difteria. Untuk imunisasi primer terhadap difteria digunakan toksoid difteria yang kemudian digabung dengan toksoid tetanus dan vaksin pertusis dalam bentuk vaksin DTP.


Untuk imunisasi rutin anak dianjurkan pemberian lima dosis pada usia 2, 4, 6, 15-18 bulan dan saat masuk sekolah. Beberapa penelitian serologis membuktikan adanya penurunan kekebalan sesudah kurun waktu tertentu dan perlunya penguatan (booster) pada masa anak.


Penyakit Tetanus
Tetanus (lockjaw/kejang otot pada rahang dan wajah) adalah salah satu penyakit menular yang disebabkan tetanospasmin sejenis neurotoksin yang diproduksi bakteri Clostridium tetanii. Penyakit ini sudah mulai dikenal sejak abad ke-5 SM tetapi baru pada  1884 dibuktikan secara eksperimental melalui penyuntikan pus pasien tetanus pada kucing oleh Carle dan Rattone.

Clostridium tetanii adalah bakteri yang sensitif terhadap suhu panas dan tidak bisa hidup dalam lingkungan beroksigen. Sebaliknya, spora tetanus sangat tahan panas dan kebal terhadap beberapa antiseptik. Bakteri ini banyak terdapat pada kotoran, debu jalan, usus dan tinja kuda, domba, anjing serta kucing.

Bakteri masuk ke dalam tubuh manusia melalui luka sehingga mampu menginfeksi sistem urat saraf dan otot menjadi kaku. Gejala utama penyakit ini timbul kontraksi dan spastisitas otot yang tidak terkontrol, kejang, gangguan saraf otonom, dan rigid paralysis (kehilangan kemampuan untuk bergerak). Perawatan luka merupakan pencegahan utama terjadinya tetanus di samping imunisasi pasif dan aktif.


Vaksin Tetanus
Pembuktian bahwa toksin tetanus dapat dinetralkan oleh suatu zat dilakukan oleh Kitasatol (1889) dan Nocard (1897) yang menunjukkan efek dari transfer pasif suatu anti-toksin yang kemudian diikuti imunisasi pasif selama Perang Dunia I. Toksoid tetanus kemudian ditemukan Descombey pada 1924 dan efektifitas imunisasi aktif didemonstrasikan pada perang dunia II.


Toksoid tetanus yang dibutuhkan untuk imunisasi sebesar 40 IU dalam setiap dosis tunggal dan 60 IU bersama toksoid difteria dan vaksin pertusis. Pemberian toksoid tetanus memerlukan pemberian berkesinambungan untuk menimbulkan dan mempertahankan imunitas. Tidak diperlukan pengulangan dosis bila jadwal pemberian ternyata terlambat. Efektifitas vaksin ini cukup baik, ibu yang mendapatkan toksoid tetanus 2 atau 3 dosis memberikan proteksi bagi bayi baru lahir terhadap tetanus neonatal.


Vaksin DT (Difteri Tetanus) dan Td (Tetanus difteri)
Vaksin DT diberikan kepada anak kelas satu SD atau sederajat (MI/SDLB) dan vaksin Td diberikan pada anak kelas dua dan tiga SD atau sederajat (MI/SDLB). Pemberian imunisasi ini  akan  melengkapi status TT 5 (TT lima dosis) yang dapat melindungi dirinya selama 25 tahun terhadap infeksi tetanus. Apabila kelak seorang anak perempuan hamil maka bayi yang akan dilahirkan akan terlindungi dari infeksi tetanus neonatorum (tetanus pada bayi baru lahir) .


Penyakit campak
Penyakit campak (measles) adalah salah satu penyakit menular yang disebabkan oleh virus paramiksovirus Gejala dari penyakit ini ditandai dengan demam, batuk, konjungtivitis (peradangan selaput ikat mata/konjungtiva) dan ruam kulit. Penyakit ini penularan infeksi karena menghirup percikan ludah penderita campak. Penderita bisa menularkan infeksi ini dalam waktu 2-4 hari sebelum rimbulnya ruam kulit dan 4 hari setelah ruam kulit ada.


Vaksin campak
Vaksin campak diberikan pada anak kelas satu SD atau sederajat (MI/SDLB), pemberian vaksin ini merupakan imunisasi ulang atau booster untuk meningkatkan kekebalan tubuh sehingga dapat memutuskan mata rantai penularan terhadap penyakit campak.

Pelaksanaan BIAS
Setiap tahun BIAS dilaksanakan pada Agustus untuk campak dan pada November untuk DT (kelas I) dan Td (kelas II dan III). Pelayanan imunisasi di sekolah dikoordinir Tim Pembina UKS dan peran guru menjadi sangat strategis dalam memotivasi murid dan orangtuanya.

Ketidakhadiran murid pada saat pelayanan imunisasi akan merugikan murid itu sendiri dan lingkungannya karena peluang untuk memperoleh kekebalan melalui imunisasi tidak dimanfaatkan. Pelaksanaan BIAS merupakan keterpaduan lintas program dan lintas sektor terkait sebagai salah satu upaya mengurangi angka morbiditas dan mortalitas. Diselenggarakan melalui wadah yang sudah ada yaitu Tim Pembina Usaha Kesehatan Sekolah (TP UKS), dimana imunisasi merupakan salah satu komponen kegiatan UKS.

Upaya imunisasi perlu terus ditingkatkan untuk mencapai tingkat population immunity (kekebalan masyarakat) yang tinggi sehingga dapat memutuskan rantai penularan PD3I. Dengan berbagai kemajuan pada bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, upaya imunisasi menjadi semakin efektif dan efisien dengan harapan dapat memberikan langkah nyata bagi kesejahteraan anak, ibu, serta masyarakat secara umum. (ANT)

Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2011