Kolombo (ANTARA News) - Pengadilan Banding Sri Lanka hari Jumat menolak dalih mantan pemimpin militer Sarath Fonseka yang menentang keputusan pengadilan memenjarakannya selama 30 bulan, kata seorang pejabat pengadilan.

Pengadilan Banding mengukuhkan putusan pengadilan militer pada September tahun lalu terhadap Fonseka atas tuduhan korupsi terkait dengan pengadaan perlengkapan militer ketika ia menjadi pemimpin angkatan darat antara 2005 dan 2009, lapor AFP.

Pada November tahun ini Pengadilan Tinggi memvonis Fonseka hukuman penjara tiga tahun karena pernyataannya kepada sebuah surat kabar yang menyebutkan bahwa pemberontak yang menyerah dibunuh, atas perintah Menteri Pertahanan Gotabhaya Rajapaksa.

Fosenka, pensiunan jendral bintang empat, memimpin militer Sri Lanka mencapai kemanangan atas pemberontak Macan Pembebasan Tamil Eelam (LTTE) pada Mei 2009.

Ia kemudian berselisih dengan pemerintah dan mengatakan, kasus hukum terhadap dirinya bermotif politik.

Fonseka juga menghadapi sebuah kasus lain dimana ia dituduh menampung disertir militer yang digunakannya sebagai pengawal selama pencalonannya yang gagal sebagai presiden melawan Mahinda Rajapaksa.

Fonseka ditangkap tak lama setelah pemilihan presiden pada 2010. Ia juga kehilangan kursi parlemen yang diperolehnya dalam pemilu legislatif pada April 2010.

Dalam persidangan sebelumnya, pengadilan militer menyatakan Fonseka bersalah karena campur tangan dalam politik ketika ia masih berdinas di militer dan ia dilucuti pangkat dan pensiunnya.

Fonseka membuat marah pemerintah Sri Lanka ketika menyatakan bersedia bersaksi di depan pengadilan internasional yang menyelidiki tuduhan kejahatan perang Sri Lanka.

Pasukan Sri Lanka meluncurkan ofensif besar-besaran untuk menumpas kelompok pemberontak Macan Tamil pada 2009 yang mengakhiri perang etnik hampir empat dasawarsa di negara tersebut.

Namun, kemenangan pasukan Sri Lanka atas LTTE menyulut tuduhan-tuduhan luas mengenai pelanggaran hak asasi manusia.

Pada September, Amnesti Internasional yang berkantor di London mengutip keterangan saksi mata dan pekerja bantuan yang mengatakan, sedikitnya 10.000 orang sipil tewas dalam tahap final ofensif militer terhadap gerilyawan Macan Tamil pada Mei 2009.

Pada April, laporan panel yang dibentuk Sekretaris Jendral Jendral PBB Ban Ki-moon mencatat tuduhan-tuduhan kejahatan perang yang dilakukan kedua pihak.

Sri Lanka mengecam laporan komisi PBB itu sebagai "tidak masuk akal" dan mengatakan, laporan itu berat sebelah dan bergantung pada bukti subyektif dari sumber tanpa nama.

Sri Lanka menolak seruan internasional bagi penyelidikan kejahatan perang dan menekankan bahwa tidak ada warga sipil yang menjadi sasaran pasukan pemerintah. Namun, kelompok-kelompok HAM menyatakan, lebih dari 40.000 warga sipil mungkin tewas akibat aksi kedua pihak yang berperang.

Pemerintah Sri Lanka pada 18 Mei 2009 mengumumkan berakhirnya konflik puluhan tahun dengan Macan Tamil setelah pasukan menumpas sisa-sisa kekuatan pemberontak tersebut dan membunuh pemimpin mereka, Velupillai Prabhakaran.

Pernyataan Kolombo itu menandai berakhirnya salah satu konflik etnik paling lama dan brutal di Asia yang menewaskan puluhan ribu orang dalam berbagai pertempuran, serangan bunuh diri, pemboman dan pembunuhan.

Macan Pembebasan Tamil Eelam (LTTE) juga telah mengakui bahwa Velupillai Prabhakaran tewas dalam serangan pasukan pemerintah Sri Lanka.

PBB memperkirakan, lebih dari 100.000 orang tewas dalam konflik separatis Tamil setelah pemberontak Macan Tamil muncul pada 1972.

Sekitar 15.000 pemberontak Tamil memerangi pemerintah Sri Lanka dalam konflik etnik itu dalam upaya mendirikan sebuah negara Tamil merdeka.

Masyarakat Tamil mencapai sekitar 18 persen dari penduduk Sri Lanka yang berjumlah 19,2 juta orang dan mereka terpusat di provinsi-provinsi utara dan timur yang dikuasai pemberontak. Mayoritas penduduk Sri Lanka adalah warga Sinhala. (M014)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011