Tidak tahu jelas penyebabnya sehingga Eben suka makan pasir meski secara sembunyi-sembunyi.
Balige, Sumut (ANTARA News) - Eben Siahaan, bocah laki-laki berusia enam tahun dari Desa Aek Bolon Kecamatan Balige, Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara, memiliki kebiasaan aneh, sering memakan pasir sejak usia dua tahun.

"Tidak tahu jelas penyebabnya sehingga Eben suka makan pasir meski secara sembunyi-sembunyi," kata nenek yang juga pengasuhnya, Tiamar br Siagian, di Balige, Rabu.

Padahal, masih kata si nenek, mereka selalu memberi makanan yang cukup setiap hari, namun jika sedikit saja lalai mengawasi, Eben langsung mengambil pasir dan memakannya, bahkan sering dikantongi lalu dimakan secara mencuri-curi dan bila ketahuan langsung dibuangnya.

Kondisi bocah kelahiran 6 Juli 2006 anak pasangan Marulak Siahaan dan Lumongga br Sitorus itu cukup menyedihkan dengan perut membuncit, wajah pucat, dan tubuhnya terlihat sangat kurus dengan berat badan yang diperkirakan hanya berkisar sembilan kilogram, jauh di bawah berat normal anak-anak seusianya.

Tiamar mengaku sangat sedih melihat kebiasaan aneh cucunya, sehingga dia harus melakukan penjagaan ekstra ketat, sebab sejak berusia satu tahun, Eben berada dalam asuhannya, ditinggal menantu perempuannya yang kawin lagi.

Awalnya, kata dia, saat lahir pertumbuhan Eben cukup sehat dan normal, namun setelah berusia satu tahun, kondisinya berubah memprihatinkan menjadi pucat dan kurus serta perut membuncit dan pertumbuhannya tidak berkembang,

dr Teodora Hutagalung dari RS HKBP Balige yang mendiagnosa kondisi bocah berusia enam tahun yang doyan memakan pasir itu menyebutkan, diduga Eben mengidap penyakit anemia atau bisa juga disebabkan defisiensi besi disertai dengan gizi buruk.

Dikatakannya, melihat kondisi anak berusia enam tahun dengan tinggi badan 71 centimeter, berat badan hanya 11 kilogram, Hemoglobine (Hb) darah hanya 4,7, sementara Hb normal seharusnya pada angka 14, kesimpulan sementara diduga Eben menderita gizi buruk.

Namun, lanjutnya, kondisi Eben masih bisa dipulihkan dan diperkirakan masih dapat kembali normal seperti layaknya anak seusianya, meski masa pertumbuhan anak paling penting diperhatikan saat berada pada usia di bawah tiga tahun.

"Untuk mempercepat pemulihannya, pola makan dan asupan gizi harus benar-benar dikontrol," katanya.

(KR-JRD)

(T.KR-JRD/B/S023/S023) 11-01-2012 13:54:04

Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2012