Jakarta (ANTARA News) - Perlu mewujudkan jemaah haji mandiri agar mereka tidak selalu menggantungkan kepada pembimbingnya, baik sebelum keberangkatan, selama berada di Tanah Suci, hingga kembali ke Tanah Air.

Hal ini mengingat dalam kondisi ramai, jemaah haji akan menemui kesulitan jika selalu menggantungkan kepada pembimbingnya.

Oleh karena itu, selain pengetahuan yang sudah diberikan, sebaiknya jemaah haji juga mempelajari sendiri manasik haji sehingga saat di Tanah Suci semuanya bisa dilakukan tanpa keraguan.

Kriteria jemaah haji mandiri sebagai berikut:

1.    Mandiri dalam Perjalanan
Selama berada di Tanah Suci, jemaah akan melakukan berbagai macam perjalanan, mulai dari perjalanan dari pemondokan ke tempat ibadah hingga perjalanan antarkota dan antartempat ibadah. Mulai yang cukup dilakukan dengan berjalan kaki hingga yang membutuhkan sarana transportasi.
Dalam pelaksanaannya dibutuhkan pemahaman jemaah terhadap urutan dan ibadah yang dilakukan, pemahaman terhadap lokasi dan wilayah serta sarana transportasi yang digunakan juga sangat diperlukan. Hal ini bisa dilakukan dengan terlebih dahulu bertukar pendapat dengan keluarga atau kerabat yang sudah pernah beribadah haji.

2.    Mandiri dalam Manasik
Pemahaman terhadap tertib ibadah haji adalah kebutuhan yang sangat penting bagi jemaah. Hafalan terhadap doa-doa wajib juga sangat penting. Mempersiapkan diri semenjak dari Tanah Air dengan aktif mengikuti bimbingan manasik haji, membekali diri dengan berbagai pengetahuan tentang ibadah haji akan membantu mereka untuk bisa mandiri dalam beribadah haji.

3.    Mandiri dalam Kesehatan
Bagi jemaah yang memiliki penyakit tertentu yang membutuhkan obat-obatan khusus atau penanganan tertentu, hendaknya mempersiapkan sejak dari Tanah Air. Menjaga kondisi kesehatan juga menjadi hal yang penting agar selama beribadah di Tanah Suci yang bersangkutan tidak mudah terserang penyakit. Memahami kondisi tubuh sehingga untuk keluhan-keluhan ringan jemaah dapat mengatasinya sendiri dengan obat-obatan ringan yang sudah dipersiapkan.

Kegiatan ibadah apa pun yang dilaksanakan di Tanah Suci terasa nikmat. Banyak jamaah haji yang mengalami pengalaman rohani yang mengesankan tiada tara selama di Tanah Suci. Itulah sebabnya, mengapa banyak orang yang sudah berhaji selalu rindu untuk kembali melihat Kakbah.

Untuk bisa menghayati ibadah haji, persiapan jemaah harus matang. Selain soal fisik, makan, pakaian, bekal, penginapan, dan lain-lain, persiapan ibadah juga harus mantap. Banyak pembimbing haji ketika di Tanah Air meninabobokkan jemaah dengan kata-kata: "Bapak Ibu, kalau tidak hafal doa-doa jangan khawatir. Nanti di sana dibimbing, tinggal mengikuti saja.'' Pesan-pesan seperti ini sering membuai jemaah. Akibatnya, banyak yang berangkat hanya dengan bekal mengandalkan pembimbing.

Pada kenyataannya pembimbing haji tak selalu bisa jadi andalan di lapangan. Banyak kegiatan yang akhirnya dilakukan secara mandiri oleh jemaah haji. Saat tawaf, misalnya, sulit untuk tetap berjalan dengan rombongan besar.

Dengan kelompok kecil 10 orang saja, misalnya, sudah hampir pasti bercerai di tengah kerumunan ratusan ribu orang. Jika jamaah tak menyiapkan diri, akan kebingungan menyelesaikan ibadah.

Banyak terjadi jemaah yang terlepas dari rombongan saat tawaf, akhirnya pulang ke penginapan sebelum menyelesaikan sai. Ada juga yang selesai sai, sudah pulang sebelum tahalul. Kalaupun masih bisa tetap bersama pembimbing, biasanya hanya pada saat tawaf qudum atau tawaf ifadah saja.

Setelah itu, biasanya jemaah sudah harus berjalan sendiri-sendiri. Jemaah yang menyiapkan diri dengan pengetahuan ibadah akan lebih mungkin bisa menikmati berhaji.

Mandiri, tak tergantung pembimbing, tak tergantung rombongan. Jika saat tawaf terlepas dari rombongan, bisa tetap melanjutkan ibadah sendiri. Bahkan, dengan sendiri atau kelompok kecil, ibadah akan terasa lebih khusyuk.

Tawaf dengan rombongan besar akan cenderung mengganggu jemaah lainnya. Apalagi jemaah Indonesia akan bertemu dengan jemaah dari Turki, Afrika, atau Iran yang juga sering dalam rombongan besar. Jika rombongan ditabrak oleh jemaah Turki yang berbadan besar-besar sudah pasti kocar-kacir.

Oleh karena itu, sebaiknya sejak dari Tanah Air, jemaah sudah menyiapkan diri untuk bisa melaksanakan semua ritual haji sendiri. Paling tidak, tak terlalu menggantungkan diri pada pembimbing. Pelajari sampai paham benar tata cara pelaksanaan ibadah haji.

Hafalkan doa-doa. Kalau tak bisa doa yang panjang-panjang, yang pendek-pendek juga boleh. Usahakan doa itu hafal di luar kepala sehingga saat tawaf atau sai tidak perlu membuka catatan.

Dalam kerumunan ratusan ribu orang, berdesak-desakan dan panas, membaca catatan sambil berjalan akan tidaklah nyaman.

Kementerian Agama menyediakan buku doa kecil tebal dengan gantungan di leher. Di lapangan menggunakannya tak juga praktis. Sering kali tali itu tertarik atau menjerat jemaah lain sehingga mengganggu.

Setiap waktu luang bisa untuk memantapkan tata cara dan doa-doa haji. Di asrama, di atas pesawat, di bandara, di bus gunakan waktu untuk membuka buku-buku panduan haji. Bahkan, saat-saat menjengkelkan, misalnya, ketika pesawat terlambat, bus belum datang, menunggu pemeriksaan, lebih baik digunakan untuk menghafal doa daripada menggerutu dan menyesali keadaan.

Kementerian Agama menyediakan buku-buku panduan haji yang lengkap. Selain itu, jemaah bisa membeli buku-buku panduan haji yang banyak dijual di toko-toko haji. Selain panduan ibadah, berguna juga bila jemaah membaca-baca buku tentang Mekah, Madinah, dan tempat-tempat penting di Tanah Suci.

Selain tawaf dan sai, ziarah ke Maqam Rasul, ke Raudhah, dan melempar jumrah bisa dilakukan tanpa harus menunggu pembimbing. Kalaupun dilakukan berkelompok, buat kecil saja.

Kini, banyak orang yang berhaji yang berangkat dengan sebutan haji mandiri. Mereka ini berangkat ke Tanah Suci dengan tidak bergabung pada Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH). Dari tahun ke tahun jumlah haji mandiri mengalami peningkatan.

Jemaah haji mandiri umumnya lebih percaya diri walaupun tanpa pembimbing khusus KBIH. Mereka mengurus sendiri urusannya, tidak tergantung pada orang lain. Selain lebih nyaman karena bisa menentukan sendiri apa yang dimaui, mereka juga tak dibebani pungutan macam-macam dari KBIH.

Hal ini hanya akan bisa diwujudkan dengan kemauan dan kesadaran yang tinggi dari mereka untuk memahami dan mempelajari segala sesuatu yang terkait dengan ibadah haji. (*)

Pewarta: D.Dj. Kliwantoro
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2012