Aden (ANTARA News) - Sejumlah orang bersenjata menyerang kantor komisi pemilihan umum di sebuah provinsi di Yaman selatan, kata seorang pejabat setempat, Minggu.

Pejabat itu mengatakan kepada Reuters, orang-orang yang bersenjatakan senapan mesin dan granat roket melukai dua prajurit yang menjaga kantor itu di daerah Dalea dan kemudian melarikan diri.

Ribuan orang melakukan protes untuk menentang pemilu pada Jumat, beberapa dari mereka membakar kertas suara pemilu dan mengibarkan bendera eks-Yaman Selatan.

"Penduduk di wilayah selatan menolak sepenuhnya pemilu," kata pemimpin separatis Nasser al-Khubbagi kepada Reuters, Jumat. "Penyelenggaraan pemilu sama dengan mengukuhkan pendudukan (oleh utara) dan meresmikannya."

Para pemimpin separatis telah berjanji, penentangan terhadap pemilu akan berlangsung tanpa kekerasan di wilayah selatan.

Kelompok gerilya utara yang dikenal sebagai Houthi juga telah menyatakan akan memboikot pemilu yang akan berlangsung pada 21 Februari.

Yaman dilanda pergolakan yang menewaskan ratusan orang sejak demonstran menuntut pengunduran diri Presiden Ali Abdullah Saleh pada akhir Januari.

Saleh (69), yang memerintah Yaman selama 33 tahun, menandatangani perjanjian penyerahan kekuasaan yang ditengahi oleh negara-negara Teluk di Riyadh pada 23 November, yang menetapkan ia menyerahkan kekuasaan kepada wakilnya meski ia tetap menjadi presiden kehormatan sampai Februari.

Prakarsa Dewan Kerja Sama Teluk yang bertujuan mengakhiri protes berbulan-bulan itu menetapkan Saleh mengundurkan diri dengan imbalan kekebalan dari tuntutan hukum bagi dirinya dan anggota-anggota keluarganya.

Pada 7 Desember, Wakil Presiden Yaman Abdrabuh Mansur Hadi mengeluarkan sebuah dekrit yang mensahkan pembentukan pemerintah persatuan nasional yang disepakati sesuai dengan perjanjian penengahan Teluk.

Pemerintah baru yang dipimpin oleh Perdana Menteri Mohammed Basindawa akan menjalankan tugas selama tiga bulan, dan setelah itu pemilihan umum dilaksanakan dan Hadi akan secara resmi mengambil alih tugas presiden.

Pemerintah AS dikabarkan mengambil bagian dalam upaya-upaya untuk merundingkan pengunduran diri Saleh dan penyerahan kekuasaan sementara.

Para pejabat AS menganggap posisi Saleh tidak bisa lagi dipertahankan karena protes yang meluas dan ia harus meninggalkan kursi presiden.

Meski demikian, Washington memperingatkan bahwa jatuhnya Saleh selaku sekutu utama AS dalam perang melawan Al-Qaida akan menimbulkan "ancaman nyata" bagi AS.

Yaman adalah negara leluhur almarhum pemimpin Al-Qaida Osama bin Laden dan hingga kini masih menghadapi kekerasan separatis di wilayah utara dan selatan.

Yaman Utara dan Yaman Selatan secara resmi bersatu membentuk Republik Yaman pada 1990 namun banyak pihak di wilayah selatan, yang menjadi tempat sebagian besar minyak Yaman, mengatakan bahwa orang utara menggunakan penyatuan itu untuk menguasai sumber-sumber alam dan mendiskriminasi mereka.

Negara-negara Barat, khususnya AS, semakin khawatir atas ancaman ekstrimisme di Yaman, termasuk kegiatan Al-Qaida di Semenanjung Arab (AQAP).

Negara-negara Barat dan Arab Saudi, tetangga Yaman, khawatir negara itu akan gagal dan Al-Qaida memanfaatkan kekacauan yang terjadi untuk memperkuat cengkeraman mereka di negara Arab miskin itu dan mengubahnya menjadi tempat peluncuran untuk serangan-serangan lebih lanjut. (M014)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2012