Jakarta (ANTARA News) - Indonesia menginginkan adanya keseimbangan agenda diskusi terutama bagi kepentingan bersama negara berkembang di dalam Pertemuan Para Pemimpin G20 yang akan berlangsung di Los Cabos, Meksiko, 18-19 Juni 2012.

"Indonesia mendukung inisiatif Meksiko dalam menggunakan perhitungan perdagangan berdasarkan nilai tambah, namun kelompok anggota G20 harus menyadari bahwa penciptaan lapangan pekerjaan di negara berkembang sebagai bagian dari perhitungan inovatif ini tidak dapat dilepaskan dari sektor pertanian," kata Menteri Perdagangan RI Gita Wirjawan di Jakarta, Senin.

Menurut Gita Wirjawan, berbagai tantangan itu masih dihadapi oleh berbagai negara berkembang untuk dapat menciptakan dan mempertahankan lapangan pekerjaan di sektor pertanian.

Tantangan tersebut, lanjutnya, antara lain adalah kurangnya fasilitas pembiayaan ke sektor pertanian dan hambatan infrastruktur dari pusat produksi ke dalam jaringan suplai.

Selain itu, ujar dia, tantangan lainnya adalah persaingan di pasar nasional menghadapi produk impor pertanian dari negara maju, serta tantangan tarif produk pertanian di negara maju yang relatif masih tinggi.

Ia memaparkan, Indonesia berharap agar G20, yang merupakan kelompok negara berskala ekonomi besar dan memiliki kapasitas untuk mempengaruhi peta perekonomian dan perdagangan dunia, dapat memahami aspirasi negara-negara berkembang secara lebih arif.

"Kesepakatan G20 tidak secara langsung dapat diaplikasikan oleh negara berkembang, terutama bila G20 tidak memahami realita tantangan yang masih dihadapi sehari-hari oleh negara berkembang," katanya.

Gita juga mengatakan, Indonesia juga berkepentingan untuk mengedepankan aspirasi negara berkembang untuk merambah naik dalam mata rantai perdagangan dengan mendorong pertumbuhan ke sektor hilir.

Untuk itu, lanjutnya, perlu dikembangkan pengukuran atau penghitungan perdagangan berdasarkan nilai tambah dan tidak hanya berdasarkan gross trade flows yang digunakan secara umum saat ini.

"Negara berkembang sangat berkepentingan pada terwujudnya sistem perdagangan multilateral yang adil, seimbang dan menjawab tuntutan pembangunan, dan hal ini dapat dicapai bila Perundingan Doha, yang mengalami hambatan karena posisi negara-negara maju yang kurang fleksibel atas permasalahan pembangunan negara berkembang termasuk di sektor pertanian dapat segera diselesaikan," kata Mendag.

(M040)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2012