Umumnya karya yang dipamerkan adalah pemenang lomba karya budaya yang diselenggarakan Yayasan Denny JA untuk mempopulerkan gagasan Indonesia Tanpa Diskriminasi,"
Jakarta (ANTARA News) - Hari Hak Asasi Manusia (HAM) yang jatuh 10 Desember 2012 diperingati secara unik, berupa pameran karya budaya seperti  lukisan, foto, lagu dan lukisan esai digital yang keseluruhannya mengambil tema "Indonesia Tanpa Diskriminasi" yang berlangsung 11--18 Desember 2012 di Pisa Kafe Mahakam, Jakarta.

Direktur Yayasan Denny JA (YDJA) Novriantoni Kahar dalam keterangan persnya di Jakarta, Kamis, mengatakan, setelah diterjemahkan ke dalam film dan naskah teater, kini puisi esai karyanya tentang diskriminasi diterjemahkan ke dalam foto, lukisan dan lagu. Sebanyak 23 lukisan, 23 lagu, 6 lukisan esai digital, 3 foto esai dan 3 foto tunggal dipamerkan.

"Umumnya karya yang dipamerkan adalah pemenang lomba karya budaya yang diselenggarakan Yayasan Denny JA untuk mempopulerkan gagasan Indonesia Tanpa Diskriminasi," katanya.

Novriantoni mengatakan, karya budaya yang dipamerkan sudah bersuara dengan ekspresi seni. Betapa Indonesia yang sudah merdeka lebih dari 67 tahun, sudah melewati 84 tahun Sumpah Pemuda, sudah mengarungi lebih dari 14 tahun reformasi justru dilanda isu yang akut dari sisi hak asasi manusia.

Lima puisi esai Denny JA yang menjadi referensi lomba bercerita tentang lima jenis diskriminasi yang dibuat film dokumenter yaitu diskriminasi etnis (Saputangan Fang Yin),  diskriminasi paham agama (Romi dan Yuli dari Cikeusik), diskirminasi gender (Minah Tetap Dipancung), diskriminasi agama (Bunga Keringan Perpisahan), dan diskriminasi orientasi seksual (Kisah Terlarang Batman dan Robin).

"Menarik melihat bagaimana isu diskriminasi itu diterjemahkan ke dalam lukisan, foto, lagu dan foto esai," kata Novriantoni.

Sementara itu, yang terkesan baru dari format seni yang dipamerkan adalah enam karya yang disebut Denny JA dengan Lukisan Esai Digital. Itu gabungan antara lukisan dan puisi/esai tapi dilukis melalui tuts komputer, bukan kuas. Karya itu juga bukan puisi atau esai karena ada lukisan di atasnya. Format Lukisan esai digital ini, menurut pendiri YDJA, Denny JA, sebuah eksperimen seni yang melintasi batas lukisan dan puisi/esai.

"Bagi publik luas yang awam idiom lukisan, penambahan puisi dan esai di lukisan itu membuat mereka lebih mudah menangkap pesan yang hendak disampaikan. Sementara bagi aktivis atau intelektual yang bukan pelukis, eksperimen ini dapat membantu mereka berkaya lukis melalui digital painting untuk mengekspresikan gagasan," katanya.

Denny JA mengatakan, Hari HAM 10 Desember kini menjadi hari keempat yang dijadikan momentum oleh aktivis, intelektual dan budayawan untuk merefleksikan perjalanan bangsa. Tiga hari yang lain adalah Hari proklamasi 17 Agustus, Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober, dan Hari Kebangkitan Nasional 2 Mei. Peringatan hari itu juga semakin beragam, tak hanya diskusi atau demo, kini pameran karya budaya yang bersifat menyentuh hati menjadi pilihan.

"Lingkaran Survei Indonesia bulan Oktober 2012 lalu mempublikasi surveinya bahwa tingkat intoleransi publik semakin meningkat. Secara kasat mata, kami  juga menyaksikan banyak warga negara Indonesia menjadi pengungsi di tanah airnya sendiri hanya karena paham agama. Tindakan pemerintah melindungi warga negara dianggap sangat kurang," kata pendiri Lingkaran Survei Indonesia itu.

Oleh karena itu, kata Denny JA, ajakan budaya Indonesia Tanpa Diskriminasi menjadi sangat relevan. "Apalagi jika itu disampaikan dengan cara yang menyentuh hati seperti sosialisasi karya budaya lewat pameran memperingati Hari Hak Asasi Manusia," ujarnya.(*)

Pewarta: Ruslan Burhani
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2012