Surat Seskab juga merupakan salah satu bentuk komunikasi antar sesama pembantu Presiden yang bertujuan untuk menjalankan direktif Presiden,"
Jakarta (ANTARA News) - Sekretaris Kabinet Dipo Alam mengemukakan anggota DPR Lily Wahid tidak memahami Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

"Dia hanya memahami UU Keuangan Negara sepotong saja, hanya bagian DPR-nya, padahal juga ada bagian dari pemerintahnya," katanya di Jakarta, Sabtu malam.

Dipo mengemukakan hal tersebut terkait laporan Lily Wahid  ke Bareskrim yang menuduh Sekretaris Kabinet  menyalahgunakan wewenang dengan mengirim surat permintaan memblokir anggaran Kementerian Pertahanan kepada Menteri Keuangan.

Dipo mengaku tidak mengerti  jalan pikiran Lily Wahid karena masalah yang dipersoalkan anggota DPR itu sudah dijelaskannya pada rapat di DPR tanggal 10 Desember 2012.

"Kalau dia lapor ke polisi silakan saja. Ini negara demokratis," tegasnya.

Sementara itu Deputy Seskab Bidang Polhukam Bistok Simbolon menambahkan pernyataan Lily Wahid di media yang menyatakan Dipo Alam telah melanggar UU seyogianya perlu diperinci agar tidak memberikan kebingungan dalam memahami arti melanggar UU.

Menurut Lily Wahid, pelanggaran dilakukan terhadap Pasal 15 ayat (5) UU Keuangan Negara berbunyi, "APBN yang disetujui oleh DPR terinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja."

Pasal 96 ayat (2c) UU U MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3)  berbunyi, "Tugas komisi di bidang anggaran adalah membahas dan menetapkan alokasi anggaran untuk fungsi, program, dan kegiatan kementerian/lembaga yang menjadi mitra kerja komisi."

Juga Pasal 157 ayat (3) UU MD3 berbunyi, "Komisi dengan kementerian/lembaga melakukan rapat kerja dan/atau rapat dengar pendapat untuk membahas rencana kerja dan anggaran kementerian/lembaga tersebut."

Menurut Bistok,  Surat Seskab kepada Menteri Keuangan merupakan implementasi salah satu bentuk tugas Seskab dalam rangka cabinet management sebagaimana diatur dalam Pasal 2 dan 3 Perpres No. 82 Tahun 2010 tentang Sekretariat Kabinet.

"Surat Seskab juga merupakan salah satu bentuk komunikasi antar sesama pembantu Presiden yang bertujuan untuk menjalankan direktif Presiden," katanya.

Bistok mengemukakan jika substansi surat Seskab mengkomunikasikan hal terkait optimalisasi anggaran, hal itu dapat dipahami karena APBN merupakan subject to review yang terbuka untuk diubah seiring dengan perubahan asumsi dasar ekonomi makro dan perubahan kebijakan fiskal yang berpengaruh terhadap komposisi APBN itu sendiri, sehingga dimungkinkan dibuatnya APBN-P (untuk APBN-P Tahun 2012 dituangkan dalam UU No. 4 Tahun 2012).

"Perubahan APBN/APBN-P, termasuk hal pemblokiran, dapat dilakukan oleh Pemerintah melalui Menteri Keuangan, hal mana juga dapat dilakukan oleh DPR melalui Komisi-Komisi, misalnya saja pemblokiran anggaran pembangunan Gedung KPK oleh DPR)," katanya.

Bistok menjelaskan, pemblokiran oleh Menteri Keuangan dapat dilakukan terhadap realisasi anggaran K/L tertentu manakala penggunaan dana APBN tidak sesuai dengan Arah Kebijakan dan prioritas pembangunan nasional yang ditetapkan oleh Presiden sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (2) PP No. 90 Tahun 2010 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga, sebagai pelaksanaan UU Keuangan Negara yang menyebutkan bahwa, Berdasarkan Arah Kebijakan dan prioritas pembangunan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kementerian/Lembaga mengevaluasi pelaksanaan program dan kegiatan berjalan.

"Kewenangan pemblokiran oleh Menteri Keuangan juga diatur dalam dasar hukum yang sah, yaitu Peraturan Menteri Keuangan No. 112 Tahun 2012 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga," katanya.

Menelusuri argumentasi logis perihal surat Seskab tersebut, baik dari aspek administratif dan substantif, menurut Bistok Simbolon, pada hakekatnya tidak melanggar UU.

"Bahkan argumentasi logis dimaksud nampak jelas dibangun atas dasar hukum yang jelas sebagai upaya seorang pembantu Presiden dalam mengawal dan mengantisipasi terjadinya pemanfaatan keuangan negara yang tidak pada tempatnya dan berujung pada kerugian negara," demikian Bistok Simbolon.

(A017)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2012