Tanjungpinang (ANTARA News) - Situs sejarah Kerajaan Melayu Riau-Lingga di Batu 8 Kota Tanjungpinang, belakang Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi Kepulauan Riau terancam punah akibat penambangan bauksit.

"Aktivitas penambangan bauksit telah merusak beberapa tapak Kerajaan Melayu. Jika pengerukan bauksit itu dibiarkan situs sejarah itu akan punah," kata budayawan Kepulauan Riau (Kepri), Raja Malik, di Tanjungpinang, Minggu.

Raja Malik beserta beberapa rekan-rekan pecinta dan pelindung situs bersejarah Kerajaan Riau-Lingga, sehari sebelumnya meninjau lokasi penambangan bauksit di sepanjang Sungai Batangan, Sungai Galang dan hulu Sungai Riau yang sudah rusak parah. Lokasi itu merupakan pusat berdirinya Kerajaan Riau-Lingga.

Di sekitar lokasi itu Istana Kota Raja atau Kota Rebah, makam Daeng Celak dan makam Panglima Hitam.

"Situs sejarah melayu yang terancam punah antara lain Istana Kota Raja atau Kota Rebah, makam Daeng Celak dan makam Panglima Hitam. Mau diapakan negeri ini?" kata Raja Malik yang beberapa tahun lalu mendapat penghargaan dari pemerintah pusat sebagai budayawan yang berhasil menyelamatkan aset budaya nasional di Kepri.

Menurut dia, dalam catatan sejarah Kerajaan Riau-Lingga, kawasan yang dirusak pengusaha tambang bauksit memiliki peranan penting di nusantara pada masa lalu. Kawasan itu juga memiliki kenangan sebagai tempat berkumpulnya orang-orang yang menyatukan Kepulauan Riau (Kepri) dengan Republik Indonesia Serikat (RIS) pada tahun 1949.

Raja Malik menceritakan, salah satu tokoh yang menyatukan Kepri dengan RIS adalah Raja Haji Muhamad Yunus Ahmad, yang pernah menjadi salah seorang Komandan Gyu Tai Riau.Raja Haji Muhamad Yunus Ahmad memiliki sekitar 600 orang pemuda tempatan yang menjadi tentara penjaga pulau.

"Dia (Raja Haji Muhamad Yunus Ahmad) adalah kakek saya, yang menyatukan Kepri dengan RIS hingga sekarang. Saat itu, Kepri memiliki dua pilihan yaitu bergabung dengan Malaysia atau RIS," katanya.

(KR-NP/N005)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2012