Mereka melarikan diri dari penjara Taji setelah menguasai senjata sipir."
Baghdad (ANTARA News) - Sedikitnya 12 tahanan, termasuk beberapa orang terkait Al Qaida yang telah divonis hukuman mati, melarikan diri dari sebuah penjara di sebelah utara Baghdad, Jumat pagi, kata beberapa pejabat keamanan.

Sejumlah sumber memperkirakan ada bantuan dari sipir penjara dalam pelarian itu, yang berlangsung tak lama setelah tengah malam di kota Taji, sekitar 25 kilometer dari ibu kota Irak tersebut, lapor AFP.

Seorang pejabat kementerian dalam negeri mengatakan, ke-12 tahanan yang melarikan diri itu adalah warga Irak, namun satu sumber militer menyebut jumlah tahanan yang kabur 16.

"Mereka melarikan diri dari penjara Taji setelah menguasai senjata sipir," kata pejabat militer yang tidak bersedia disebutkan namanya itu.

"Mungkin ada kerja sama dari sipir," tambah sumber tersebut.

Menurut pejabat itu, sebagian besar dari tahanan yang kabur memiliki kaitan dengan cabang Al Qaida, Negara Islam Irak, dan pejabat kementerian dalam negeri mengatakan bahwa beberapa orang dari mereka telah dijatuhi hukuman mati.

Pembobolan dan kerusuhan penjara biasa terjadi di Irak.

Pada 27 September, lebih dari 100 tahanan melarikan diri dari sebuah penjara di Tikrit, sebelah utara Baghdad, namun beberapa orang dari mereka tewas atau ditangkap kembali beberapa pekan kemudian.

Pada Maret, 19 tahanan melarikan diri dari sebuah penjara di kota Kirkuk, Irak utara, dan pada Januari tahun lalu 11 tahanan kabur dari sebuah penjara di provinsi Dohuk, Irak utara.

Kekerasan yang terus berlangsung menggarisbawahi kekhawatiran mengenai kemampuan pasukan keamanan Irak, lebih dari setahun setelah penarikan pasukan AS dari negara itu.

Pada akhir November, kelompok bersenjata menculik 20 orang ketika mereka pergi dari Irak utara menuju Baghdad untuk pemeriksaan medis ujian masuk militer, namun mereka dibebaskan kemudian dalam operasi pasukan.

Seorang kolonel dari Divisi IV Angkatan Darat, yang bertanggung jawab atas daerah tempat penculikan itu terjadi, mengatakan, empat anggota Al Qaida ditangkap dalam operasi pembebasan itu.

Pada akhir Oktober, Al Qaida mengklaim bertanggung jawab atas serangan-serangan selama liburan Idul Adha yang menewaskan 44 orang dan mencederai lebih dari 150.

Pemerintah Irak mengumumkan September sebagai bulan paling mematikan dalam waktu lebih dari dua tahun, dengan jumlah korban tewas dalam serangan mencapai 365.

Statistik yang disusun kementerian-kementerian kesehatan, dalam negeri dan pertahanan menunjukkan bahwa 182 warga sipil, 88 polisi dan 95 prajurit tewas dalam serangan-serangan pada September.

Menurut data itu, 683 orang cedera -- 453 warga sipil, 110 polisi dan 120 prajurit.

Jumlah korban pada September itu merupakan angka tertinggi yang diumumkan pemerintah sejak Agustus 2010, ketika 426 orang tewas dan 838 cedera dalam serangan-serangan.

Sepanjang Agustus, menurut hitungan AFP yang berdasarkan atas sumber-sumber keamanan dan medis, 278 orang tewas dalam serangan-serangan di Irak.

Serangan-serangan itu berlangsung setelah pemerintah Irak mengumumkan bahwa 325 orang tewas dalam kekerasan di Irak sepanjang Juli, yang menjadikannya sebagai bulan paling mematikan di negara itu dalam waktu hampir dua tahun.

Angka dari pemerintah biasanya lebih rendah daripada yang diberikan oleh sumber-sumber lain, namun jumlah korban pada Juli itu lebih tinggi dibanding dengan data yang dihimpun oleh AFP berdasarkan laporan dari aparat-aparat keamanan dan petugas medis.

Menurut hitungan AFP, sedikitnya 278 orang tewas dan 683 cedera akibat kekerasan di Irak sepanjang Juli, sedikit lebih rendah daripada angka pada Juni.

Irak dilanda kekerasan yang menewaskan ratusan orang dan kemelut politik sejak pasukan AS menyelesaikan penarikan dari negara itu pada 18 Desember 2011, meninggalkan tanggung jawab keamanan kepada pasukan Irak. (M014)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013