...kendaraan yang mau ditarik sudah masuk jatuh tempo sehingga banyak konsumen tidak baik yang memanfaatkan waktu untuk menghindar dari kewajiban penarikan kendaraan."
Jakarta (ANTARA News) - Kepala Eksekutif Lembaga Keuangan Non Bank Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Firdaus Djaelani mengatakan industri pembiayaan tidak wajib melakukan perjanjian fidusia karena dipisahkan dari perjanjian kredit.

"Dalam Undang-Undang (UU) No.42 tahun 1992 perjanjian fidusia tersebut memang dipisahkan dari perjanjian kredit dan tidak diwajibkan," kata Firdaus Djaelani di Jakarta, Selasa.

Menurut dia, OJK akan menerapkan peraturan sesuai dengan UU No.42 tahun 1992 dan tidak akan merevisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 130/PMK.010/2012 tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia sebagai acuan dalam pelaksanaan fidusia.

Dengan demikian, menurut dia, industri pembiayaan boleh mendaftarkan secara sukarela jaminan fidusia.

"Tidak revisi ya, undang-undangnya memang nggak wajib dan kedudukan UU lebih tinggi dibandingkan peraturan pemerintah," kata dia.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Wiwie Kurnia mengatakan penegasan OJK yang tidak mewajibkan perjanjian fidusia bagi industri pembiayaan membantu pertumbuhan bisnis di sektor tersebut.

"Hal tersebut membantu kami untuk bisa lebih tumbuh dengan lancar," katanya.

Ia mengungkapkan pemberlakuan PMK Nomor 130/PMK.010/2012 tersebut tidak memberikan dampak positif bagi pertumbuhan industri pembiayaan karena biaya administrasi akan meningkat, frekuensi pungutan liar semakin tinggi, dan membuat konsumen nakal semakin memainkan peran negatifnya.

Di sisi lain, kata dia, kewajiban jaminan fidusia akan meningkatkan rasio kredit macet (non performing loan/NPL) karena perusahaan pembiayaan harus menunggu sertifikat terlebih dahulu.

"Padahal kendaraan yang mau ditarik sudah masuk jatuh tempo sehingga banyak konsumen tidak baik yang memanfaatkan waktu untuk menghindar dari kewajiban penarikan kendaraan," ujarnya.

Sebelumnya Menteri Keuangan menetapkan peraturan terkait pembiayaan kendaraan bermotor yaitu Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.010/2012 yang akan mulai berlaku Oktober 2012.

Salinan PMK Nomor 130/PMK.010/2012 yang diperoleh di Jakarta, hari ini, menyebutkan PMK itu mengatur tentang pendaftaran jaminan fidusia bagi perusahaan pembiayaan yang melakukan pembiayaan konsumen untuk kendaraan bermotor dengan pembebanan jaminan fidusia.

PMK tersebut mulai berlaku setelah dua bulan terhitung sejak tanggal diundangkan. PMK itu diundangkan di Jakarta pada 7 Agustus 2012.

Pertimbangan penerbitan peraturan itu antara lain untuk memberikan kepastian hukum bagi perusahaan pembiayaan dan konsumen sehubungan dengan penyerahan hak milik atas kendaraan bermotor dari konsumen secara kepercayaan (fidusia) kepada perusahaan pembiayaan.

Perusahaan pembiayaan yang melakukan pembiayaan konsumen untuk kendaraan bermotor dengan pembebanan jaminan fidusia wajib mendaftarkan jaminan fidusia dimaksud pada Kantor Pendaftaran Fidusia sesuai UU yang mengatur mengenai jaminan fidusia.

Kewajiban pendaftaran jaminan fidusia tersebut berlaku pula bagi perusahaan pembiayaan yang melakukan pembiayaan konsumen kendaraan bermotor berdasar prinsip syariah dan/atau pembiayaan konsumen kendaraan bermotor yang pembiayaannya berasal dari pembiayaan penerusan (channeling) atau pembiayaan bersama (joint financing).

Perusahaan pembiayaan wajib mendaftarkan jaminan fidusia pada Kantor Pendaftaran Fidusia paling lama 30 hari kalender terhitung sejak tanggal perjanjian pembiayaan konsumen.

Perusahaan pembiayaan dilarang melakukan penarikan benda jaminan fidusia berupa kendaraan bermotor jika Kantor Pendaftaran Fidusia belum menerbitkan sertifikat jaminan fidusia dan menyerahkannya kepada perusahaan pembiayaan.

Penarikan benda jaminan fidusia berupa kendaraan bermotor oleh perusahaan pembiayaan wajib memenuhi ketentuan dan persyaratan sebagaimana diatur dalam UU mengenai jaminan fidusia dan telah disepakati oleh para pihak dalam perjanjian pembiayaan konsumen kendaraan bermotor.Perusahaan pembiayaan yang melanggar ketentuan tersebut, dikenakan sanksi administratif secara bertahap berupa peringatan, pembekuan kegiatan usaha, atau pencabutan izin usaha. (A063/A023)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013