Jakarta (ANTARA News) - Jaksa Penuntut Umum meminta majelis hakim menjatuhkan hukuman penjara selama tujuh tahun dan denda Rp200 juta subsider pidana kurungan enam bulan kepada istri mantan bendahara umum Partai Demokrat M. Nazaruddin, Neneng Sri Wahyuni.

Saat membacakan tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa, jaksa juga meminta majelis memerintahkan Neneng untuk membayar uang pengganti kerugian negara senilai Rp2,66 miliar akibat korupsi pengadaan dan pemasangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) tahun anggaran 2008.

"Bila terdakwa tidak membayar uang pengganti dalam waktu satu bulan sesudah putusan berkekuatan hukum tetap maka harta benda akan disita dan dilelang dan bila harta benda tidak mencukupi untuk membayar uang pengganti maka akan dipidana penjara selama dua tahun," kata Jaksa Penuntut Umum KPK, Guntur Ferry Fahtar.

Menurut jaksa, hal yang memberatkan tuntutan hukuman adalah karena Neneng telah memperoleh sejumlah keuntungan secara tidak sah, berbelit-belit, tidak menunjukkan perasaan bersalah, tidak mengakui terus terang perbuatannya di persidangan dan pernah melarikan diri keluar negeri.

Sedangkan hal yang meringankan tuntutan hukumannya, menurut jaksa, Neneng seorang ibu rumah tangga yang mempunyai tanggungan tiga orang anak kecil yang masih membutuhkan perawatan dan kasih sayang serta belum pernah dihukum.

Jaksa menilai perbuatan Neneng dimulai saat suaminya, Nazaruddin, memberikan uang 50 ribu dolar AS kepada pejabat Kemenakertrans untuk memenangkan penawaran Neneng dan Nazaruddin dalam proyek PLTS 2008 dengan meminjam bendera perusahaan PT Alfindo Nuratama Perkasa.

Pada Agustus 2008 Neneng selaku Direktur Keuangan PT Anugerah Nusantara bersama Nazaruddin, M. Nasir, M. Hasyim, Mindo Rosalina Manulang, Marisi Matondang dan Unang Sudjrajat membicarakan kegiatan pengadaan dan pemasangan PLTS tahun anggaran 2008 dengan anggaran Rp8,93 miliar.

Neneng melalui Marisi Matondang dan Mindor Rosalina Manullang meminta panitia pengadaan memenuhi persayaratan teknis yang sudah dibuat sebelumnya sesuai dengan pabrikan PT Sundaya Indonesia agar memenangkan perusahaan-perusahaan yang dibawa oleh Neneng.

Nilai kontrak seluruh proyek pengadaan itu mencapai Rp8,91 miliar namun pekerjaan tersebut kemudian diserahkan kepada PT Sundaya Indonesia dengan nilai kontrak mencapai Rp5,27 miliar.

Atas tuntutan tersebut pengacara Neneng, Firman, Chandra mengatakan akan mengajukan pledoi pada Kamis (14/2). Seusai sidang Firman mengatakan akan membantah mengenai aliran dana dan intervensi yang dituduhkan melalui pledoi.

"Kami akan siapkan pledoi semuanya bahwa tidak ada aliran dana, tidak ada intervensi kepada pejabat pembuat komitmen, mereka juga tidak pernah bertemu atau kenal jadi bagaimana bisa mengintervensi? Dan tidak betul uang 50 ribu dolar AS itu untuk melicinkan pekerjaan," kata Firman.

(D017)


Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2013