Jakarta (ANTARA News) - Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suryamin mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2012 terkena imbas dari krisis global sehingga hanya tercatat sebesar 6,23 persen.

"Krisis masih terjadi dan hal tersebut terlihat dari defisit neraca perdagangan pada 2012," ujarnya di Jakarta, Selasa.

Suryamin menjelaskan, untuk mengantisipasi defisit tersebut, pemerintah perlu melakukan diversifikasi pasar pengiriman barang untuk menjaga pertumbuhan ekspor dan menekan impor barang konsumsi.

"Neraca perdagangan dipengaruhi oleh dunia luar, kalau mereka terganggu, ekspor kita berpengaruh. Untuk itu, perlu diversifikasi pasar ekspor dan meningkatkan potensi pasar dalam negeri," ujarnya.

Selain itu, ia menambahkan, pemerintah perlu meningkatkan pengeluaran konsumsi yang masih rendah serta dari sisi penggunaan hanya tercatat tumbuh sebesar 1,25 persen pada 2012.

"Pengeluaran konsumsi pemerintah rendah karena ada efisiensi pengeluaran barang dan moratorium pegawai negeri sipil, sehingga laju pertumbuhan menurun," ujarnya.

Bandingkan angka tersebut dengan pertumbuhan komponen pembentukan modal tetap bruto atau investasi yang mencapai 9,81 persen, pengeluaran konsumsi rumah tangga sebesar 5,28 persen dan ekspor 2,01 persen.

Menurut Suryamin, pemerintah juga harus mulai meningkatkan nilai investasi karena itu dapat mendorong pertumbuhan sektor ekonomi lainnya, dibandingkan apabila hanya mengandalkan konsumsi domestik yang tidak bermanfaat dalam mendorong produktivitas.

"Untuk itu, perlu juga dikembangkan industri padat karya agar tidak bergantung pada sektor padat modal atau jasa, sehingga petani dapat mengolah hasil pertanian dan meningkatkan pendapatan mereka," ujarnya.

Dengan pembenahan dalam komponen pembentuk Produk Domestik Bruto (PDB) tersebut, Suryamin mengharapkan kualitas pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat lebih baik dan meningkat lebih maksimal.

Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS Suhariyanto menambahkan peningkatan sektor investasi sangat diperlukan untuk menjaga pertumbuhan ekonomi pada 2013, sebagai antisipasi pelemahan ekspor akibat krisis.

"Kalau krisis berlanjut artinya neraca perdagangan tetap defisit, kecuali investasi mampu untuk mengkompensasi, karena angka pertumbuhan konsumsi rumah tangga hanya segitu saja," ujarnya.

Menurut dia, untuk meningkatkan pertumbuhan investasi dan memperkuat pasar dalam negeri, pemerintah perlu menjaga iklim berusaha serta melakukan pembenahan dalam bidang infrastruktur dasar.

"Infrastruktur diperlukan agar investasi makin banyak. Selain itu iklim investasi harus bagus supaya produktivitas makin baik," kata Suhariyanto.

BPS mencatat pertumbuhan ekonomi pada 2012 hanya mencapai 6,23 persen, yang berarti dibawah asumsi pemerintah yang ditargetkan sebelumnya 6,3 persen-6,5 persen. Sementara, pemerintah dalam APBN 2013 menargetkan pertumbuhan ekonomi pada kisaran 6,6 persen-6,8 persen.

(S034)

Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2013