Belum dapat dipastikan apakah asing hanya boleh memiliki di angka 25 persen atau 49 persen,"
Jakarta (ANTARA News) - DPR RI belum memastikan besaran angka pembatasan kepemilikan asing di industri perbankan tanah air karena masih mencari titik tengah, kata Wakil Ketua Komisi XI Harry Azhar Azis.

"Belum dapat dipastikan apakah asing hanya boleh memiliki di angka 25 persen atau 49 persen," kata Harry Azhar Azis saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis.

Menurut dia, DPR masih terus mendengarkan lebih banyak saran untuk mendapatkan angka yang jelas mengenai pembatasan kepemilikan asing tersebut.

"Apakah akan diserahkan ke Bank Indonesia atau Otoritas Jasa Keuangan (OJK), lalu mereka buat semacam aturan sendiri mengenai hal ini, kita masih belum tahu," ujarnya.

Ia menilai apabila pembatasan kepemilikan asing diserahkan ke BI atau OJK, maka kepentingan dan kebijakan negara tentang asing tergantung dua institusi tersebut.

"Kalau ini diserahkan ke BI atau OJK, artinya negara serahkan kepercayaanya kepada BI dan OJK. Nanti mereka buat aturanya sendiri. Kalau seperti itu, artinya kebijakan negara tergantung BI dan OJK. Kalau BI dan OJK pro asing, maka negara pro asing. Kalau BI dan OJK tidak pro asing, maka negara juga tidak pro asing. Pertanyaanya kan apakah DPR percaya dengan OJK," kata dia.

Selain itu, ia mengatakan kantor cabang bank asing (KCBA) yang beroperasi di Indonesia perlu merubah status perusahaanya menjadi badan usaha Indonesia atau Perseroan Terbatas.

"Kita itu tadi membahas mengenai badan hukum, perizinan dan kepemilikan bank yang ada di Indonesia, termasuk asing. Sepertinya ada kecendrungan bank asing itu harus berbadan hukum Indonesia atau PT, meskipun belum diputuskan," kata dia.

Menurut dia, saran yang diperoleh dari Panja bersama Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Bank Indonesia (BI), dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan menjadi pertimbangan DPR untuk memperdebatkan pasal per pasal RUU Perbankan, termasuk juga KCBA yang menjadi PT atau tidak.

"KCBA harus berbadan hukum Indonesia. Kecendrungannya bank asing itu tidak boleh ada. Memang belum diputuskan apakah berlaku surut atau diberikan waktu transisi. Tapi, saya boleh katakan itu kecendrungannya di masa transisi. Tadi BI, LPS, dan OJK juga sudah memberikan tanggapan mengenai hal itu," ujarnya.

(A063/A023)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013