Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi tengah menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pengupahan dan mengharapkan semua pemangku kepentingan, termasuk pekerja dan pengusaha, terlibat secara menyeluruh.

"Penetapan upah minimum provinsi maupun kabupaten/kota selalu menjadi isu yang berdampak sosial yang luas. Oleh karena itu, diperlukan pengaturan pengupahan yang lebih komprehensif," kata Menakertrans Muhaimin Iskandar di Jakarta, Jumat, mengenai penyusunan RPP tersebut.

Faktor-faktor, seperti skala upah, produktivitas kerja, kesejahteraan pekerja, inflasi, dan usulan perubahan periodisasi penetapan upah minimum menjadi bagian yang akan dimasukkan dalam kajian isi RPP pengupahan ini.

Muhaimin mengatakan, selama ini, kalangan pengusaha dan pekerja menginginkan revisi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Namun, hal itu belum bisa dilaksanakan karena masih mengalami kebuntuan (deadlock) dalam pembahasannya yang melibatkan Pemerintah dan DPR.

"Pengkajian RPP soal pengupahan ini merupakan salah satu langkah terobosan dan penyempurnaan aturan pengupahan sambil menunggu dilakukan revisi terhadap UU No. 13/2003," kata Muhaimin.

Muhaimin mengharapkan, seluruh pemangku kepentingan terlibat dalam perumusan suatu peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan, seperti RPP itu, dengan secara bersama mengkaji secara konprehensip dengan memperhatikan heterogenitas dinamika ketenagakerjaan.

Dikatakan Muhaimin, PP pengupahan yang akan diterbitkan itu diharapkan menjadi fondasi ketika stabilitas hubungan industrial membutuhkan aturan-aturan baru yang lebih interaktif dan komprehensif.

"Oleh karena itu, saya harap pengusaha dan pekerja/buruh untuk duduk bersama dalam mengkaji usulan RPP pengupahan ini," katanya.

Pengkajian RPP pengupahan itu diharapkan dapat mengakhiri adanya multitafsir dari serikat pekerja/buruh dan asosiasi pengusaha dalam penetapan upah minimum yang seharusnya menjadi jaring pengaman sosial (social safety net) dan bukan menjadi upah standar di perusahaan.

"Penetapan upah minimum merupakan `social safety net` bagi pekerja lajang dengan masa kerja kurang dari satu tahun. Karena minimum, ketentuan tersebut adalah yang paling rendah dan tidak boleh dilanggar oleh siapa pun. Artinya, kalangan pengusaha tidak diperbolehkan memberikan upah di bawah upah minimum yang ditetapkan," kata Muhaimin.

Untuk yang di luar ketentuan tersebut, penetapan besaran upah ditekankan pada kesepakatan secara bipartit, yakni pembahasan antara pengusaha dan pekerja/buruh yang dapat diatur melalui PKB (perjanjian kerja bersama) dan PP (peraturan perusahaan).

(A043/D007)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2013