Mengapa harus dibedakan dari Jakarta yang harusnya 50 persen lebih salah satu, kandidat perolehan suaranya baru bisa ditetapkan sebagai pemenang?,"
Jakarta (ANTARA News) -  Pemerintah dan DPR  diharapkan meninjau ulang aturan mengenai pemilukada di provinsi selain Jakarta, agar aturan tersebut sama dengan di DKI yaitu pasangan dinyatakan menang jika perolehan suara telah mencapai 50 persen + 1.

Jeffrie Geovanie, board of advisor CSIS (Centre for Strategic and International Studies) dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa, mempertanyakan, mengapa pemilukada di provinsi selaian Jakarta, pemenangnya dapat ditetapkan bila salah satu kandidat memperoleh 30 persen lebih perolehan suaranya.

"Mengapa harus dibedakan dari Jakarta yang harusnya 50 persen lebih salah satu, kandidat perolehan suaranya baru bisa ditetapkan sebagai pemenang?," katanya.

Jefrie mengharapkan, untuk kualitas dan perbaikan demokrasi sepantasnya  format pemilukada di setiap provinsi sama dengan pemilukada di DKI Jakarta, yaitu pemenang harus menang bila unggul di atas 50 persen lebih suaranya.

Sementara itu, peneliti Maarif Institute Jakarta, Endang Tirtana menyatakan sependapat dengan Jeffrie Geovanie bahwa dengan gagasan pentingnya menyamakan aturan pemilukada DKI dengan provinsi-provinsi lain di Indonesia. 

Menurut Endang, perbedaan aturan pilkada DKI dengan daerah lainnya bisa berefek pada berbedanya kualitas pemilihan dan legitimasi penetapan.

"Pemberlakuan perolehan suara lebih dari 50 persen seharusnya berlaku sama untuk daerah-daerah lain, jika ingin melakukan proses demokrasi yang baik," katanya.

Dia menyatakan, pemberlakuan itu pun sejatinya harus dibarengi upaya-upaya lainnya yakni pertama dengan persiapan teknis dan administratif yang baik dari penyelenggara pemilihan mulai dari registrasi, validiasi pemilih, hingga penanganan logistik untuk mengurangi angka Golput yang disebabkan kesalahan adminsitratif.

Kedua, pengawasan terhadap politik uang karena motivasi masyarakat untuk apatis atau aktif bisa jadi karena terdidik oleh penggunaan cara2 tersebut. Ketiga, mengembalikan kepercayaan masyarakat untuk aktif memilih dengan adanya tawaran kontrak politik kandidat dengan pemilih.

"Hal ini lebih memungkinkan dilakukan karena pemilukada lebih dekat dengan masyarakat, target pemilih,"
demikian Endang Tirtana. (*)

Pewarta: Ruslan Burhani
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013