Kebebasan berserikat berkumpul telah dijamin UUD 1945"
Jakarta (ANTARA News) - Puluhan lembaga dan tokoh yang tergabung dalam Koalisi Akbar Masyarakat Sipil Indonesia (Kamsi) menolak Rancangan Undang-Undang Organisasi Kemasyarakatan (RUU Ormas) karena bisa membelenggu kemerdekaan berserikat dan berorganisasi.

"Publik banyak yang terkecoh mengira RUU Ormas adalah solusi maraknya tindak kekerasan yang melibatkan ormas," kata Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsudin, mewakili Kamsi, pada konferensi pers bertajuk "Menolak RUU Ormas, Menolak Kemunduran Demokrasi" di Jakarta, Kamis.

Kamsi  terdiri dari 50 lembaga, 15 tokoh dan 46 lembaga daerah.

Din menyebutkan RUU Ormas yang merupakan peraturan bermasalah bukan solusi atas persoalan kekerasan tersebut.

"Padahal, penegakan hukum yang adil dan profesional seharusnya dikedepankan." Katanya.

Dia menyebutkan terdapat 11 pasal krusial RUU Ormas yang dinilai memutarbalikkan alasan dan solusi Pemerintah dan DPR.

Selain itu, dia menambahkan RUU Ormas mengatur segala jenis organisasi baik berbadan hukum maupun tidak.

"Kebebasan berserikat berkumpul telah dijamin UUD 1945, namun dilanggar dengan mengharuskan pendaftaran bagi seluruh organisasi bahkan bagi yang tidak berbadan hukum," katanya.

Din juga menilai RUU Ormas tersebut memuat larangan multitafsir yang bisa berdampak pada pembekuan dan pembubaran ormas.

"Larangan multitafsir tersebut seperti memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa atau melakukan kegiatan yang membahayakan keutuhan negara," katanya.

Hal itu, menurut dia, berpotensi digunakan secara sewenang-wenang untuk membungkam demokratisasi di Indonesia.

Karena itu, Kamsi mendesak pemerintah dan DPR untuk, pertama, mencabut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan (RUU Ormas).

Kedua, meminta mengembalikan peraturan mengenai organisasi masyarakat kepada kerangka hukum yang benar dan relevan, yaitu berdasarkan keanggotaan (membership-based organization) yang akan diatur dalam UU Perkumpulan dan tidak berdasarkan kenggotaan (non-membership-based organization) melalui UU Yayasan.

Ketiga, menghentikan pembahasan dan pengesahan RUU Ormas, serta mendorong pembahasan RUU Perkumpulan yang sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2010-2014.

"Rancangan Undang-Undang Perkumpulan secara hukum lebih punya dasar, namun telah tergeser dengan RUU Ormas yang salah arah," katanya.

(J010)

Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2013