Bengkulu (ANTARA News) - Bunga bangkai jenis gigas atau Amorphopalus gigas, salah satu jenis bunga bangkai paling langka yang ditangkar Holidin, warga Desa Tebat Monok, Kabupaten Kepahiang, Bengkulu akan segera mekar sempurna.

"Kami prediksi mekar hari ini, tapi ternyata belum, mungkin satu atau dua hari lagi," kata Holidin saat dihubungi dari Bengkulu, Senin.

Ia mengatakan tinggi bunga yang ditangkar di kebunnya di samping Hutan Lindung Bukit Daun itu mencapai 4,20 meter.

Terdapat empat jenis bunga bangkai yang dikembangkannya bersama anggota keluarga di lokasi penangkaran itu yakni jenis titanum, gigas, variabilis dan paeniifolius.

"Bunga bangkai jenis titanum yang paling sering mekar, jenis gigas ini sangat jarang," katanya.

Ia mengatakan perbedaan kedua jenis ini selain dari bentuk mahkota bunga, juga dari tinggi serta lama bunga bertahan mekar.

Bunga jenis gigas merupakan yang paling tinggi dengan ketahanan mekar mencapai empat hari, sedangkan jenis titanum hanya mekar dalam sehari.

"Bunga ini bertahan mekar lebih lama, selama empat hari kemudian menguncup," ujarnya.

Pengunjung yang ingin menikmati keunikan bunga langka endemik Sumatra itu dapat mengunjungi kebun penangkaran milik keluarganya yang berada di pinggir jalan lintas Bengkulu-Kepahiang.

Lokasi penangkaran bunga langka yang mengeluarkan aroma kurang sedap itu cukup dekat dari jalan utama, hanya sekitar 50 meter.

"Kami sudah membuat tanda di pinggir jalan sehingga warga yang ingin melihat bunga bisa singgah," katanya.

Saat ini kata dia lokasi bunga tersebut sudah diberi pagar untuk melindungi dari gangguan satwa liar atau tangan jahil.

Bunga bangkai memiliki nama lokal bunga kibut, memiliki umbi dapat menjadi makanan bagi babi hutan.

Tanpa pemagaran kawasan dan tempat bunga kibut, akan menyebabkan kerusakan ataupun kematian bagi bunga yang mengagumkan ini.

Holidin yang merupakan koordinator kelompok peduli puspa langka Tebat Monok Kabupaten Kepahiang mengatakan menangkar bunga bangkai dengan serius sejak 2003. (*)

Pewarta: Helti Marini Sipayung
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013