Para pelaku kekerasan itu melecehkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang melindungi hak wartawan untuk menjalankan pekerjaannya. Menganiaya, mengancam, dan merampas alat kerja wartawan adalah tindak pidana..."
Bandarlampung (ANTARA News) - Belasan jurnalis tergabung dalam Aliansi Jurnalis Independen Bandarlampung dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia Lampung menggelar demo solidaritas, untuk mengecam tindak kekerasan terhadap jurnalis dan pendudukan Stasiun TVRI Gorontalo.

Aksi demo jurnalis Lampung itu dilakukan di depan kantor TVRI Lampung di Bandarlampung, Selasa (26/3), selain merupakan bentuk dukungan kepada pihak TVRI, juga mendesak aparat kepolisian mengusut dan menghukum pelaku kekerasan di Stasiun TVRI Gorontalo pada Senin (25/3).

Ketua AJI Bandarlampung Wakos Reza Gautama menegaskan bahwa aparat penegak hukum harus menindak tegas pelaku kekerasan terhadap jurnalis dalam insiden di Stasiun TVRI Gorontalo itu.

"Polisi harus berani melakukan penangkapan pelaku kekerasan itu agar tidak menjadi preseden buruk bagi para jurnalis," kata Wakos pula.

Ketua Komisi Informasi (KI) Lampung Juniardi juga menegaskan bahwa kekerasan dialami pers merupakan sebuah ancaman yang serius bagi kalangan media massa, sehingga pemerintah harus turun tangan untuk menanganinya karena sudah berulangkali terjadi.

Padahal menurut dia, pers adalah representasi demokrasi, sehingga kekerasan terhadap pers merupakan ancaman bagi demokrasi yang harus dilawan dan negara juga harus turun tangan.

Ketua IJTI Lampung Febriyanto Ponahan menegaskan pula bahwa pers secara umum harus melawan setiap upaya dan tindakan premanisme maupun kekerasan dilakukan pihak mana pun.

Dia mendesak polisi segera mengusut kasus kekerasan dan pendudukan Stasiun TVRI Gorontalo itu, kemudian segera memproses hukum dan menangkap pelakunya.

Pada Senin (25/3), massa menyerang sejumlah jurnalis dan merusak alat kerja mereka serta menduduki Stasiun TVRI Gorontalo.

Aksi massa ini diduga dipicu oleh pemberitaan TVRI itu bahwa pasangan Adhan Dhambea-Indrawanto Hassan dinyatakan tidak lolos dalam pilkada setempat.

Mereka memprotes pemberitaan TVRI yang mengutip Ketua Panwaslu Gorontalo terkait keputusan PTUN soal keabsahan pencalonan pasangan Adhan Dhambea-Indrawanto Hassan.

Berkaitan aksi massa itu, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Gorontalo mengecam kekerasan dan pendudukan Stasiun TVRI Gorontalo oleh massa pendukung calon Wali Kota Gorontalo Adhan Dhambea.

AJI meminta polisi menangkap dan menyidik para pelaku sesuai ketentuan hukum yang berlaku.

Pendudukan Stasiun TVRI oleh massa pendukung pasangan calon Adhan Dhambea-Indrawanto Hassan dilakukan dengan cara-cara kekerasan dan perampasan alat kerja sejumlah jurnalis yang meliput pendudukan studio TVRI Gorontalo itu. Saat pendudukan terjadi, TVRI Gorontalo yang tengah menyiarkan talkshow secara live.

Massa yang dipimpin Adhan Dhambea dan Indrawanto Hassan itu melakukan penganiayaan dan atau pengancaman terhadap sejumlah wartawan TVRI.

Massa pendukung Adhan dan Indrawanto itu menghentikan siaran, dan melakukan pemukulan terhadap sejumlah awak TVRI, yaitu Bambang Ismadi (koordinator liputan TVRI Gorontalo, ditendang), Irmansyah (Kepala LPP TVRI Gorontalo, ditendang), Ichsan Nento (Divisi Program, dipukuli saat mencegat massa).

Selain itu, mereka juga menganiaya dan mengancam sejumlah wartawan dari berbagai media yang sedang
meliput pendudukan Stasiun TVRI itu. Wartawan ANTV, Rully Lamusu, diancam agar menghapus rekaman kekerasan yang dilakukan para pelaku. Perlakuan yang sama juga dialami Farid Utina, wartawan Trans 7. Para pelaku kekerasan itu juga merampas kamera wartawan MetroTV, Andri Arnold.

"Para pelaku kekerasan itu melecehkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang melindungi hak wartawan untuk menjalankan pekerjaannya. Menganiaya, mengancam, dan merampas alat kerja wartawan adalah tindak pidana, dan polisi harus menangkap serta menyidik para pelaku," kata Ketua AJI Gorontalo, Syamsul Huda M.Suhari, Senin malam.

Dirinya mengimbau pada seluruh kalangan masyarakat, agar menggunakan mekanisme hak jawab apabila berkeberatan dengan pemberitaan media, sebagaimana yang diatur dalam UU Pers.

Syamsul menyatakan kasus itu harus diusut tuntas, dan polisi harus aktif menyidik para pelaku.

"Kami menerima laporan bahwa para polisi yang melihat pemukulan itu membiarkan para pelaku. Polisi harus berani menegakkan hukum dan menjaga kehormatan institusinya dengan menindak para pelaku. Kekerasan dan pendudukan kantor TVRI bukan delik aduan. Kami menuntut polisi bertindak tanpa harus berlama-lama menunggu laporan," katanya.

Koordinator Divisi Advokasi AJI Indonesia, Aryo Wisanggeni menegaskan AJI Indonesia akan mengawal kasus itu, dan menyiapkan langkah-langkah untuk memastikan para pelaku kekerasan itu dipindanakan.

"Sepanjang 2013 ini, sudah terjadi sedikitnya 12 kasus kekerasan terhadap jurnalis . Hanya ada satu jalan untuk memutus siklus kekerasan terhadap jurnalis, yaitu proses hukum," kata Aryo. (B014)

Pewarta: Budisantoso Budiman
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013